BANJARMASIN, (Panjimas.com) – Gelombang penolakan propaganda dan promosi LGBT di Indonesia oleh berbagai kalangan mulai dari ormas, pejabat negara, hingga tokoh masyarakat harus dilanjutkan dengan langkah konkret dan solusi dari pemerintah, agar ke depan persoalan LGBT tidak lagi menjadi ‘ramai’.
Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengatakan, beberapa Kementerian bidang Kesejahteraan Masyarakat atau sekarang yang ada di bawah naungan Kemenko PMK sudah mulai bisa memikirkan program dan kegiatan apa saja untuk menangani persoalan LGBT ini. Karena, kalau tidak dimulai dari sekarang, ke depan persoalan ini akan ramai kembali dan akan banyak menguras energi bangsa ini.
“Beberapa Kementerian, misalnya Kemensos bisa membuat sebuah badan khusus untuk menyusun program-program mengembalikan fungsi sosial para LGBT. Mereka yang fungsi sosialnya laki-laki dikembalikan ke laki-laki demikian juga yang perempuan. Atau Kemenkes yang sudah sangat mendesak segera membuat buku panduan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi individu LGBT dari berbagai perspektif. Paling mendesak juga, fasilitasi tempat-tempat konsultasi dan rahabilitasi para LGBT,” ujar Fahira di sela-sela kunjungan kerja Komite III DPD di Banjarmasin Selasa, (22/2/2016).
Banyaknya penelitian yang menyimpulkan bahwa pola asuh dan minimnya pemahaman orang tua terhadap perkembangan seksualitas anak menjadi salah satu sebab anak menjadi LGBT, selain sebab lainnya misalnya lingkungan dan pendidikan agama yang seadanya, bisa menjadi celah bagi Kementerian Agama (Kemenag) untuk mulai membuat aturan tegas bahwa warga Indonesia yang mau menikah harus punya sertifikat pendidikan pra nikah. Konsekuensinya, Kemenag, harus lebih optimal memfasilitasi pendidikan pranikah.
“Buat program khusus untuk merangkul, mengajak berdiskusi dan dialog LGBT dengan pesan utama tentang hakekat perkawinan, inti pernikahan dan tujuan rumah tangga,” usul Senator Asal Jakarta ini.
Kementerian lain, misalnya Kemristekdikti dan Kemdikbud yang menteri-nya sempat bereaksi keras terhadap LGBT juga diharapkan menggulirkan program nyata. Kemristekdikti, lanjut Fahira bisa menginisiasi kajian mendalam tentang LGBTI di Indonesia dengan pendekatan-pendekatan multi disiplin untuk menyelesaikan silang pendapat tentang LGBT. Demikian juga dengan Kemdikbud yang mulai mengedepankan dunia pendidikan sebagai penyelamat anak-anak kita dari ‘teror’ kultural dan ideologis LGBT lewat bahan ajaran terutama lewat pendidikan agama dan budi pekerti serta kegiatan ekstra kurikuler.
“Sebenarnya spekturum besar dari penanganan LGBT ada di Kememko PMK. Harus ada sebuah gerakan kultural yang melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk membendung dan melindungi anak bangsa dari promosi dan propaganda LGBT yang kebanyakan datang dari luar, sebagai turunan dari program revolusi mental,” tukas Fahira.
Untuk menangkal promosi dan propaganda LGBT terutama yang menyasar anak, Kominfo punya peran sangat penting. Kominfo, sebut Fahira, harus ada insiatif memblokir semua konten promosi dan propaganda LGBT di semua platform media komunikasi.
“Jangan menunggu aduan publik baru bertindak. Saya apresiasi langkah rensponsif KPI yang langsung melarang penyiaran yang mengandung promosi LGBT, saya harap langkah ini juga diikuti IKAPI (ikatan penerbit Indonesia), karena promosi LGBT lewat buku bacaan terutama buku anak sudah banyak ditemui,” ujarnya.[RN]