GAZA (Panjimas.com) – Menyusul pembicaraan bilateral di ibukota Qatar, Doha pekan lalu, kelompok Palestina yang berseteru Hamas dan Fatah telah mencapai kesepakatan tentatif yang bertujuan untuk menerapkan kesepakatan rekonsiliasi yang ditandatangani pada 2014 antara 2 gerakan terbesar di Palestina ini, dilansir oleh AA.
Para Analis, bagaimanapun, meyakini kedua gerakan ini akan menyetujui sebuah platform politik untuk membantu agar kesepakatan rekonsiliasi berlangsung sukses.
Dalam sebuah pernyataan, pihak HAMAS mengatakan telah mencapai “visi praktis” dengan FATAH dengan maksud untuk menerapkan kesepakatan rekonsiliasi dan menyembuhkan keretakan di Palestina.
HAMAS, bagaimanapun, belum memberikan rincian lebih lanjut tentang “visi praktis” ini .
Anggota Pimpinan HAMAS Ismail Radwan mengatakan bahwa gerakannya tertarik pada upaya yang bertujuan untuk mencapai keberhasilan rekonsiliasi Palestina.
“Kami akan bekerja untuk meletakkan mekanisme praktis dan nyata serta jadwal untuk mencapai rekonsiliasi,” kata Ismail Radwan kepada Anadolu Agency.
Amin Maqbol, Sekretaris Dewan Revolusioner FATAH, mengatakan bahwa pembicaraan masih berlangsung dengan HAMAS untuk melaksanakan kesepakatan rekonsiliasi diantara keduanya.
“Kami memegang kontak dengan Hamas untuk menyetujui mekanisme dengan tujuan untuk menerapkan kesepakatan kami pada visi praktis dari rekonsiliasi,” katanya kepada Anadolu Agency.
Amin Maqbol mengatakan bahwa ia optimis tentang pelaksanaan kesepakatan rekonsiliasi antara FATAH dan HAMAS.
“Status quo politik membuat proses ini menjadi keharusan nasional untuk menerapkan kesepakatan rekonsiliasi,” katanya.
Pejabat FATAH, bagaimanapun, menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut tentang “visi praktis” yang telah disepakati oleh kedua kelompok ini.
“Konsultasi masih terjadi di antara para pimpinan kedua gerakan,” katanya.
Maqbol mengatakan bahwa perwakilan dari kedua kelompok diharapkan akan mengadakan pertemuan baru dalam beberapa hari mendatang. “Kami akan berusaha untuk menerapkan kesepakatan kami sebelumnya dan bekerja pada pembentukan pemerintah persatuan nasional,” katanya.
Pada bulan April 2014, perwakilan HAMAS dan FATAH menandatangani perjanjian rekonsiliasi yang telah lama ditunggu-tunggu. Kesepakatan tersebut diketahui menyerukan pembentukan pemerintah persatuan Palestina yang bertugas mengawasi pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden Palestina.
Meskipun pemerintah persatuan akan diresmikan 2 bulan kemudian, pemerintahan itu belum mengambil peran pemerintahan di Jalur Gaza yang dikuasai HAMAS.
Platform Politik “Bersatu”
Analis politik, Hani al-Masri mengatakan, HAMAS dan FATAH harus menyetujui platform politik sebelum berbicara tentang ‘visi praktis’ apapun untuk mencapai rekonsiliasi.
“Kedua kelompok harus menyetujui platform bersatu untuk menghindari kegagalan baru,” kata al-Masri kepada Anadolu.
Dia mengatakan bahwa penyusunan visi politik ‘bersatu’ dan menetapkan strategi yang jelas dapat mengarah pada pembentukan pemerintah persatuan nasional dan melaksanakan kesepakatan rekonsiliasi.
Analis politik, Telal Oukal, terkait ini, mengatakan bahwa pembicaraan tentang “visi praktis” oleh 2 kelompok ini mencerminkan “keretakan yang jelas” diantara mereka.
“Tanpa adanya konsesi .., kita akan melihat pertemuan [baru], tapi tanpa adanya kemajuan nyata,” katanya.
Dia menambahkan bahwa “tantangan saat ini pada 2 kelompok itu adalah tidak berbicara tentang visi praktis.”
“Semua pertemuan harus dilandasi dengan upaya meletakkan mekanisme untuk menerapkan kesepakatan rekonsiliasi,” kata Oukal.
Profesor Ilmu Politik, Mukhemar Abu Seada menggambarkan visi dari 2 kelompok tersebut tentang mencapai rekonsiliasi sebagai hal yang “belum jelas”.
“Fatah berbicara bahwa platform pemerintah akan menjadi payung Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Tapi Akankah HAMAS menerima itu?? ” ujarnya.
Seperti diketahui HAMAS adalah penguasa de facto dari Jalur Gaza sejak tahun 2007, HAMAS tidak mengakui keberadaan Israel dan menyerukan untuk pembentukan Negara Palestina di seluruh tanah yang dicaplok oleh Israel sejak tahun 1948.
FATAH, yang dipimpin oleh Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, sementara itu, mengakui keberadaan Israel dan menyerukan untuk pembentukan Negara Palestina di tanah yang diduduki oleh Israel pada tahun 1967 dengan mencakup wilayah Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Abu Seada mencatat bahwa soal keamanan, penyeberangan dan perlawanan sebagai isu-isu pelik antara HAMAS dan FATAH.
“Kecuali kalau 2 kelompok setuju untuk menyamakan visi, saya meyakini bahwa kita akan melihat putaran baru perundingan gagal,” katanya. [IZ]