YOGYAKARTA, (Panjimas.com) – Berkembangnya komunitas mungkar LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks) di Indonesia, merupakan produk dosa liberalisme sekuler dan anti agama yang menggerogoti kehidupan berbangsa dan bernegara. LGBT merupakan ancaman dan penyimpangan terhadap fitrah, jati diri rakyat, bangsa dan negara Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ditinjau dari filosofi, ideologi, agama serta dasar berfikir mayoritas bangsa Indonesia, eksistensi para pendukung LGBT, jelas menyimpang dari landasan konstitusi negara RI. Demikian pernyataan yang dikirimkan Majelis Mujahidin melalui releasenya Jumat (12/2/2016).
Intervensi asing bukan sekadar propaganda mengembangbiakkan LGBT, namun dinyatakan secara gamblang oleh Dubes AS untuk Indonesia Robert O Blake kepada HU Republika. “Saya tahu ini isu sensitif, tapi Indonesia sebagai Negara demokrasi harus bisa memberikan contoh bagi Negara-negara lain” kata Blake saat mengunjungi kantor Harian Republika, Kamis (11/2/2016).
Robert O Blake sengaja ingin menjerumuskan pemerintah Indonesia, dengan alasan memberikan contoh tentang pemberian kesetaraan terhadap kaum LGBT. Karena, menurutnya, Indonesia berhasil memimpin demokrasi regional melalui Bali Democracy Forum.
Bahkan melalui program“The Being LGBT in Asia Phase 2 Initiative” (BLIA-2), Program Pembangunan PBB (UNDP) menggelontorkan dana senilai 8 juta dollar AS atau sekitar Rp107,8 miliar. Dana melimpah itu berasal dari kemitraan regional antara UNDP, Kedutaan Besar Swedia di Bangkok dan USAID. Selain komunitas LGBTI Indonesia, komunitas serupa di China, Filipina dan Thailand juga mendapat dukungan dana dari proyek UNDP itu.
Proyek ini dimulai sejak Desember 2014 hingga September 2017. “Inisiatif ini bertujuan untuk memajukan kesejahteraan lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks (LGBTI), dan mengurangi ketimpangan dan marginalisasi atas dasar orientasi seksual dan identitas gender (SOGI),” demikian keterangan tertulis dari situs resmi UNDP, Jumat (12/2/2016). Hal ini menjadi kewaspadaan bagi seluruh stakeholder supaya tidak menjadi sasaran proyek tersebut dengan dana besar yang diterimanya. Karena promosi LGBT berarti merusak tatanan kemasyarakatan dan karakter generasi bangsa.
“Komunitas LGBT adalah komunitas mungkar, yang menyimpang dan keluar dari HAM demi memuaskan hawa nafsu dan hasrat menyimpang mereka sendiri. Kehadiran mereka di tengah masyarakat, bukan saja tidak memberikan dampak positif apapun terhadap terciptanya moral keluarga dan masyarakat, yang menjadi pilar pokok bagi bangsa sebuah negara. Tapi LGBT juga anti agama, meskipun penganutnya mengaku beragama.” Ungkap Ketua Majelis Mujahidin Ustadz Irfan S Awwas.
Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat, dengan penduduk mayoritas beragama Islam, di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan anugerah dari Allah Yang Maha Kuasa. Maka dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara yang diatur konstitusi berkaitan erat dengan agama, sebagaimana disebutkan dalam Ps. 29 ayat (1) dan (2).
Untuk itu Majelis Mujahidin sebagai institusi pengawal dan penegak Syariat Islam khususnya di lembaga negara, perlu memberikan sikap terhadap munculnya komunitas LGBT dan upaya solusi menghadapi penyakit masyarakat tersebut.
“Indonesia sebagai negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa tidak boleh memberi peluang berkembangnya LGBT, karena tidak ada satu ajaran agamapun di Indonesia yang menolerir LGBT.” Ungkapnya.
LGBT (Lesbian, Gay, Bisex dan Transgender) bukan merupakan hak asasi manusia, lebih merupakan penyakit dan penyimpangan sosial (social deviation) di tengah masyarakat yang memerlukan penyembuhan, normalisasi dan rehabilitasi kehidupan sebagaimana makhluk sosial lainnya. Menurut Syariat Islam LGBT adalah perilaku “fahisyah”, kejahatan pelanggaran Syariat yang dilaknat Allah Swt, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an Qs. Al-A’raf 80-81 yang artinya:
Wahai Muhammad, ingatlah ketika Luth berkata kepada kaumnya: “Apakah patut kalian melakukan homoseks yang belum pernah dilakukan oleh manusia di dunia ini sebelum kalian? Kalian telah melampiaskan birahi kepada laki-laki, bukan kepada perempuan. Bahkan kalian adalah kaum yang melanggar syari’at agama kalian.”
LGBT bukan termasuk koridor HAM yang harus dilindungi, karena perkawinan sejenis tidak dapat membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan yang merupakan kesatuan alamiah dan fundamental dari masyarakat yang berhak mendapat perlindungan masyarakat dan negara. Sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Universal HAM (DUHAM) pasal 16, ayat 1 – 3:
- Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian.
- Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.
- Keluarga adalah kesatuan yang alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan Negara.
UUD NRI 1945, pasal 28 B ayat (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Para pendukung LGBT disamping melanggar konstitusi negara dan DUHAM, juga ikut menyebarkan virus penyakit masyarakat yang mengancam generasi remaja dan anak bangsa serta negara. Data dan fakta membuktikan merebaknya penyakit HIV-AIDS didominasi oleh LGPT. Data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional terjadi peningkatan jumlah penderita HIV di kelompok homoseksual; meningkat dari 6% (2008), menjadi 8% (2010), dan 12% (2014). Hasil screening gay umur 13 tahun ke atas pada tahun 2013, didapatkan 81% terinfeksi HIV dan 55% terdiagnosis AIDS. (Badrul Munir, dokter spesialis saraf devisi infeksi. Perawat HIV-AIDS RS. Saiful Anwar Malang)
Majelis Mujahidin juga berpendapat. Dalih LGBT berdasarkan HAM adalah manipulasi konstitusi yang disponsori Negara asing secara politik dan pendanaan. Maka diserukan kepada Pemerintah, media massa cetak dan elektronik, LSM, Yayasan dan stakeholder yang lain untuk tidak menjadi agen LGBT dengan cara menolak dana UNDP dalam proyek “The Being LGBT in Asia Phase 2 Initiative” (BLIA-2) di Asia Tenggara.
Mendesak pemerintah RI dan DPR RI segera mengeluarkan regulasi peraturan yang melarang perkawinan sejenis, sebab bertentangan dengan konstitusi, agama dan berdampak buruk menghancurkan tatanan kehidupan sosial masyarakat dan generasi penerus bangsa.
“Demikian pernyataan Majelis Mujahidin sebagai kontribusi membangun karakter bangsa (character building) berlandaskan konstitusi negara dan agama, menuju cita-cita kemerdekaan yang kita idam-idamkan. Kepada pendukung LGBT dan pihak manapun yang memberikan toleransi sosial terhadap LGBT, Majelis Mujahidin mengajak debat terbuka secara ilmiah dan akademis untuk mempertanggungjawabkan pendirian yang sah dan valid secara konstitusional.” Pungkasnya.[RN]