YOGYAKARTA, (Panjimas.com) – Kamis (11/2/2016) siang, di Auditorium Fakultas Filsafat UGM diadakan diskusi yang berinti penolakan disahkannya RUU Larangan Minuman Beralkohol yang digarap DPR sejak 2014.
Dalam acara yang diadakan oleh Forum MBB dan Student of Liberty tersebut menghadirkan empat panelis dalam dua sesi.
Sesi pertama diisi oleh Agus Wahyudi (Peneliti Keberagaman dan Filsafat Politik Kebhinekaan UGM) dan Raymon Michael Menot (Arkeolog dan Peneliti independen).
Agus Wahyudi menyampaikan poin inti, yakni zero tolerance terhadap minuman beralkohol (minol) adalah tidak masuk akal.
“Zero tolerance tidak masuk akal, mengingat kita negara demokrasi. Akan jadi masalah jika pedomannya boleh dan tidak boleh,” ujarnya saat memberi kesimpulan.
Sedangkan Raymod, dia sempat mengampaikan logika bodoh. Pembela peminum ini menyamakan minol dengan lem aibon yang biasa dipakai anak jalanan untuk “ngelem” (menghirup aroma lem untuk fly). Ia tak membedakan fungsi utama lem dengan minol.
“Logikanya apa kalo lem aibon yang dipakai anak-anak ngelem, apa lemnya dilarang (dijual, red)?”ujar dia.
Di sesi kedua, untuk panelis pertama dari Forum Minuman Berfermentasi (Adi Kristento) dan Priyambodo dari Bagian Pelayanan Lapangan RS. Bethesda Yogyakarta.
Priyambodo hanya memaparkan pengertian minol dan membacakan pasal-pasal dalam RUU, juga menyebutkan fenomena minol tradisional di beberapa daerah di Indonesia. Sedangkan Adi, Dia banyak berbicara tentang dampak bagi petani dan produsen, serta pedagang kecil minuman beralkohol.
Dia mengkhawatirkan mereka akan kehilangan pintu rejeki, karena dia tidak memakai sudut pandang agama yang meyakini bahwa Allah Maha Kaya dan punya banyak cara untuk mencukupi rejeki hamba-hambaNya, serta tidak memerhatikan dampak kerusakan bila minol beredar secara luas dan bebas di Indonesia. [IB]