SOLO, (Panjimas.com) – Konklusi atau kesimpulan BNPT didasari pada oknum pelaku yang dianggap radikal, tidak bisa disimpulkan dan tidak bisa digeneralisasi bahwa pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dinyatakan terlibat radikalisme.
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa BNPT menuduh bahwa ada 19 pondok pesantren yang terindikasi menyebarkan paham radikal. (baca: BNPT Tuding 19 Ponpes Sebarkan Paham Radikal)
“Sebuah lembaga pendidikan dibawah Kemenag ataupun Kemendiknas selalu terakreditasi. Standar akreditasi diantaranya tentang Standar Kompetensi lulusan, Standar Kompetensi Pendidik dan Kependidikan.” Terang Sekjen ISAC (The Islamic Studi and Action Center) Endro Sudarsono kepada panjimas Kamis, (4/2/2016).
ISAC memiliki bukti bahwa, Standar Kompetensi Kelulusan Pondok Pesantren jauh lebih baik dan lebih ketat jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum.
“Bisa dikomparasikan bahwa di pondok pesantren tidak hanya diajarkan sholat wajib, sholat sunnah, membaca Al Quran, adab, akhlak saja namun hal itu juga dibiasakan setiap hari. Sebagai contoh terlambat sholat berjamaah saja sebuah pelanggaran.”
Hasil Akriditasi dari Kemendiknas selama ini tidak pernah menyebut dan menyimpulkan sebagaimana kesimpulan dari BNPT tentang Korelasi Pondok Pesantren dan Radikalisme.
Kesimpulan dari BNPT ini Kontradiksi dengan Akreditasi yang dilakukan oleh Kemendiknas.
Semestinya yang dilakukan BNPT adalah “sowan” ke beberapa pondok pesantren untuk melakukan pendekatan, silaturahmi dan klarifikasi.
“ISAC minta BNPT lebih fokus kepada tugas pokok dan funginya. Tragedi Bom Thamrin adalah bentuk kegagalan dari BNPT. Jangan sampai BNPT menjadi Lembaga Fitnah.” Tegasnya.
Jika dilihat timingnya, awal bulan ini adalah awal mulai pendaftaran dibeberapa pondok pesantren. Dengan munculnya pernyataan dari BNPT tersebut bisa menjadi stigma dan persepsi negatif publik yang bisa mengganggu dan merugikan pihak pesantren.
Akan terkesan tidak dewasa jika kemudian pernyataan tersebut hanya untuk meningkatkan atau menambah anggaran BNPT.
Terakhir Endro Sudarson menyampaikan pesannya,
“Jika kesimpulan BNPT dianggap benar maka harus dianggap benar pula bahwa semua partai, semua perguruan tinggi, semua sekolah yang oknumnya, yang lulusanya korupsi harus disimpulkan partai korup, perguruan tinggi dan sekolah sebagai pendukung korupsi. Disinilah letak menyesatkannya logika BNPT” pungkasnya.[RN]