YERUSALEM, (Panjimas.com) – Sekitar 30.000 rumah di Yerusalem Timur yang diduduki Zionis Israel terancam dihancurkan, demikian menurut Sheikh Ikrima Sabri, Kepala Dewan Tertinggi Islam (Supreme Islamic Council) yang juga Imam Masjid Al-Aqsa, seperti dilansir oleh MEMO.
Dalam sebuah pernyataan eksklusif kepada Pusat Informasi Palestina (Palestinian Information Centre), hari Rabu (27/1/2016), Sheikh Ikrima Sabri mengatakan bahwa masalah terburuk Yerusalem yang diderita saat ini adalah kampanye penghancuran rumah-rumah warga Palestina tiap harinya.
Imam Masjid Al Aqsa ini juga mencatat bahwa pasukan zionis Israel dalam jangka dua hari terakhir ini saja telah menghancurkan 5 rumah warga Palestina, Lebih lanjut Sheikh Ikrima Sabri juga menambahkan “selain penangkapan lanjutan terhadap para pemuda kota juga terdapat masalah lainnya seperti pelarangan bagi para keluarga korban untuk menyambut anggota keluargnya yang dibebaskan dari penjara , ini yang terjadi dengan kasus tahanan Palestina, Rasheed al-Rishq.”
Sheik Ikrima Sabri menjelaskan bahwa penghancuran rumah-rumah yang terjadi di Yerusalem dilakukan dalam 2 konteks, “pertama, penghancuran sistematis yang terjadi dengan dalih kurangnya izin. Karena dalih alasan ini, 30.000 rumah terancam akan dihancurkan. Konteks kedua adalah penghancuran rumah-rumah para warga yang syahid dalam gerakan Intifada serta perlawanan terhadap zionis Israel sebagai bagian dari kebijakan hukuman kolektif. ”
Dia mengatakan 54 rumah telah dihancurkan sejak awal tahun 2016 dan juga menambahkan bahwa kampanye pengahncuran sedang terus berlangsung.
Demi Proyek Kota Yahudi 2020
Seperti diberitakan panjimas sebelumnya, demi proyek yahudi-sasi 2020, Setidaknya 230.000 Warga Palestina di Yerusalem Berisiko Kehilangan Tempat Tinggal .
Israel Channel 2 melaporkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dalam pertemuan pemerintah pada bulan November 2015 tahun lalu, telah menawarkan proposal yang memerintahkan mencabut residensi (ijin tempat tinggal) bagi ribuan warga Palestina di Yerusalem, dilansir oleh Middle East Monitor.
Menurut pro-Likud channel, usulan Netanyahu ini menargetkan sekitar 230.000 warga Palestina yang memiliki izin tinggal di Yerusalem Timur dan juga mereka yang hidup di kamp pengungsian Shufat, lingkungan kufr Aqab dan lingkungan Sawahra.
Menurut Biro Pusat Statistik Palestina, ada sekitar 350.000 warga Palestina dan 200.000 pemukim illegal Yahudi yang tinggal dalam batas-batas kota di Yerusalem Timur.
Kahil Tufakji, seorang ahli Urusan Pemukiman Palestina, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa usulan Netanyahu untuk mencabut residensi (tempat tinggal) dari 230.000 warga Palestina di Yerusalem tidak hanya menargetkan orang-orang yang tinggal di luar tembok pemisah yang dibangun Israel.
Dia mengatakan proposal Netanyuhu itu juga menargetkan warga lingkungan Arab di dalam dinding, termasuk Jabl al-Mukaber, Al-Issawiya, Al-Tur, Shufaat dan Beit Hanina.
Menurut angka resmi Palestina, 145.000 warga Palestina di Yerusalem tinggal di luar tembok pemisah, sementara 195.000 lainnya hidup di dalamnya.
Tufakji mengatakan bahwa Israel berusaha untuk mengubah persamaan demografi di Yerusalem Timur untuk kepentingan dukungan kekuatan Yahudi.
“Menurut rencana yang disiapkan oleh mantan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert, Yerusalem akan menjadi kota -mayoritas Yahudi dengan jumlah orang Yahudi 88 persen dan minoritas Arab 12 persen pada tahun 2020,” kata Tufakji.
Lingkungan yang Terpinggirkan
Lingkungan perkampungan Yerusalem Timur yang terletak di luar tembok menderita karena kesengajaan dan kelalaian oleh pemerintah Kota Yerusalem dibawah kendali zionis Israel, sedangkan Otoritas Palestina dilarang memberikan pelayanan dan bantuan kepada lingkungan perkampungan ini.
Setelah Israel membangun tembok pemisah pada tahun 2003, lingkungan perkampungan ini terus menderita karena krisis sampah, jalan tak beraspal dan kurangnya keamanan di lingkungan itu.
Menurut angka resmi, anggaran yang dialokasikan untuk lingkungan tersebut kurang dari 0,02 persen dari anggaran tahunan Yerusalem.
“Pendudukan Israel haruslah menyediakan semua layanan yang dibutuhkan untuk semua penduduk Yerusalem, apakah mereka berada di dalam atau di luar pagar,” demikian pernyataan Ahmed Qurei, orang yang bertanggung jawab atas masalah Yerusalem di PLO (Palestina Liberation Organization).
Ahmed Qurei menuduh Israel berusaha mengusir warga Palestina dari Yerusalem Timur melalui sanksi-sanksi dan mencabut izin tinggal.
Menurut angka Kementerian Dalam Negeri Israel, Israel telah mencabut izin tinggal dari 14.500 warga Palestina di Yerusalem sejak tahun 1967.
Qurei mengatakan bahwa mempertahankan izin tinggal di Yerusalem adalah bagian dari perjuangan Palestina untuk menjaga identitas Arab dari kota suci itu.
Dia mengatakan bahwa ini adalah alasan yang mendorong lebih dari 100.000 warga Palestina untuk tetap hidup di daerah yang menderita itu yang sengaja diabaikan oleh “pemerintah pendudukan Israel.”
“Saya membayar pajak kepada pemerintah kota Yerusalem, tapi tumpukan sampah berada seluruh jalanan, saluran listrik dan saluran air sudah usang dan tak layak pakai, jalan-jalan tak beraspal dan sanitasi sangatlah buruk,” menurut perkataan Ahmad Zughaiar, seorang warga di lingkungan Kufr Aqab di Yerusalem Timur, mengatakan kepada Anadolu Agency.
“Saya tidak bisa hidup di dalam dinding karena saya tidak bisa menanggung biaya hidup disana dan aku tidak bisa hidup di Ramallah karena mereka akan mencabut identitas penduduk Jerusalem saya.” [IZ]