JAKARTA, (Panjimas.com) – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan terorisme harus dipahami menyeluruh sebagai buah dari persoalan rumit atau dengan kata lain tidak bisa disimpulkan secara terpisah.
“Orang melakukan tindakan ekstrim atau radikal sesungguhnya faktornya banyak,” kata Menag Lukman di Jakarta, Kamis (28/1/2016). Demikian dilansir antaranews.
Terorisme, kata dia, dalam beberapa kasus menunjukkan disebabkan atas reaksi ketidakadilan. Sementara dalam menyikapi ketidakadilan itu cenderung menggunakan cara instan atau menempuh jalan pintas meski dengan jalan kekerasan.
Selain karena ketidakdilan, lanjut dia, faktor politik juga bisa menyebabkan tumbuhnya terorisme terutama di era globalisasi. Di masa kini juga lalu lintas pemikiran sangat mudah tersebar dengan media teknologi informasi tanpa bisa dibatasi.
“Dan juga tidak bisa dipungkiri karena dilandasi adanya paham agama tertentu yang mungkin tidak menangkap secara komprehensif ajaran agama, sehingga secara parsial, lalu kemudian ajaran ini menjadi alat pembenar tindakan kekerasan itu,” kata Menag.
Menurut Lukman, sejatinya radikal itu memang dianjurkan agama. Akan tetapi, konteks radikal ini memiliki makna kegigihan sepenuh hati dalam beragama atau bukan dipraktikkan dengan kekerasan dan terorisme.
Radikal dalam konteks agama, kata Menag, bukanlah sebuah persoalan. Bahkan dengan cara seperti itulah orang bisa betul-betul bisa menjalankan ajaran agamanya. Sesuatu yang harus dihindari adalah keyakinan yang mengakar itu menimbulkan ego dan pemahaman sempit dan memicu tindakan kekerasan.
“Harus radikal dalam berkeyakinan agama misalnya keimanan itu harus menghujam dalam dada dan itu harus betul-betul. Tindakan kekerasan ini yang harus kita perangi dan cegah,” kata Menag.
Sementara itu, Menag mengatakan berbagai pihak terkadang mengalami kendala dalam menangkal tindakan radikal dengan berbagai program deradikalisasinya. Banyak pihak yang justru defensif beranggapan deradikalisasi justru melemahkan keyakinan beragama.
“Saat kita ingin menghilangkan tindak kekerasannya, yang didapat justru persepsi yang berbeda,” kata dia.[RN]