MANILA, (Panjimas.com) – Jemaat Kristen yang tinggal di beberapa daerah mayoritas Muslim di Filipina Selatan telah mulai untuk mengangkat senjata dan membentuk organisasi ekstrim bernama “Red God Soldiers”, karena merasa cemas, frustasi dan takut merespon eksistensi kelompok ekstrimis Muslim, demikian pernyataan seorang Uskup Filipina, seperti dilansir oleh Anadolu Agency.
GMA melaporkan hari Jumat (22/01/2016) bahwa Uskup Angelito Lampon dari Vikariat Jolo, ibukota Provinsi Sulu, mengatakan bahwa beberapa anggota komunitas minoritas Kristen mulai berusaha untuk melindungi diri mereka sendiri dengan mengangkat senjata karena pihaknya merasa semakin “putus asa” di pulau Mindanao, di mana beberapa kelompok bersenjata beroperasi.
“Jika pasukan pemerintah dapat mempertahankan warga sipil, siapapun apakah mereka Muslim atau Kristen, maka saya pikir hal ini tak akan terjadi,” kata Lampon dalam laporan awalnya yang diterbitkan di situs berita untuk Konferensi Wali Gereja Filipina.
Dia menggambarkan pembentukan kelompok ekstrimis “Red God Soldier” sebagai “upaya putus asa oleh orang-orang Kristen yang sedang diserang sekarang dan kemudian oleh kelompok-kelompok bersenjata.”
Sekitar 300 anggota kelompok radikal “Red God Soldier” berkumpul pada hari Selasa (19/01/2016) untuk menampilkan senjata-senjata mereka dan berjanji untuk “mendorong Muslim Moro murtad ataupun membelot dari komunitas mereka,” demikian menurut situs Konferensi Wali Gereja Filipina.
Mereka juga membakar bendera IS (Islamic State) dan mengecam serangan yang baru-baru ini terjadi sekaligus menyalahkan para mujahidin, Mujahidin Pejuang Kebebasan Islam Bangsamoro (BIFF), Bangsamoro Islamic Freedom Fighters, yang telah berjanji setia (baiat) kepada kelompok IS.
Uskup Lampon mengklaim bahwa ia menganggap pembentukan kelompok bersenjata Kristen ditujukan untuk menarik perhatian pemerintah terhadap konflik regional.
“Kalau saja ada keamanan yang cukup bagi mereka, saya pikir mereka tidak akan mengangkat senjata,” tambahnya. “Tetapi jika mereka merasa tidak berdaya, saya kira itu bentuk pembelaan diri.”
BIFF adalah kelompok sempalan dari kelompok pejuang terbesar Filipina, Front Pembebasan Islam Moro (MILF), yang menandatangani kesepakatan perdamaian dengan pemerintah tahun 2014.
BIFF (Bangsamoro Islamic Freedom Fighters) merupakan salah satu kelompok mujahidin yang masih sering melakukan perlawanan terhadap pemerintah demi mendirikan negara Islam di Kepulauan Mindanao di selatan Filipina. Semangat ini tak pernah padam sejak 2008, ketika BIFF masih menjadi bagian dari kelompok mujahidin terbesar di Filipina, Moro Islamic Liberation Front (MILF).
Kala itu, tak lama setelah MILF meneken Memorandum of Agreement on Ancestral Domain (MOA-AD) sebagai salah satu upaya damai dengan pemerintah Filipina, pemimpin pasukan bersenjata dari kelompok mujahidin tersebut, Umbra Kato, justru menggalang kekuatan.
Kato tak terima MILF mau berdamai dengan pemerintah demi mendapatkan sekadar perluasan daerah otonom dan kekuasaan di Mindanao. Semangat Kato masih berkobar untuk mendapatkan negara Islam independen dengan entitas Bangsamoro. Ia pun memutuskan untuk melanjutkan perjuangannya di bawah bendera baru, BIFF. Kato sendiri tewas pada April 2015 karena sakit. Raganya boleh mati, tapi semangat Kato terus hidup dalam BIFF.
Kini, ketika pemerintah dan MILF sudah menyepakati perjanjian damai terbaru dengan hasil berupa rancangan Hukum Dasar Bangsamoro (BBL), BIFF masih bertekad terus memperjuangkan satu negara Islam yang independen.
BIFF menentang proses perdamaian yang sedang berlangsung, yang tidak akan ditetapkan sampai undang-undang disahkan untuk menggantikan Daerah Otonomi yang ada di Mindanao Muslim, (ARMM), Autonomous Region Muslim Mindanao, dan juga diharapkan akan membawa kesejahteraan dan kemakmuran untuk wilayah selatan – yang mana sebagaimana diketahui, wilayah selatan yang mayoritas Muslim hingga kini merupakan daerah di Filipina yang paling terbelakang.
Kelompok Abu Sayyaf, yang diketahui berafiliasi dengan Al-Qaeda, juga beroperasi di wilayah tersebut, dengan benteng yang terkenal di Provinsi Sulu dan Basilan.
Sementara itu, Komandan Joint Task Grup Sulu mengatakan kepada wartawan hari Rabu (20/01/2016) bahwa kelompok Abu Sayyaf telah merekrut anggota baru di provinsi tersebut dengan menawarkan P30,000 peso ($628 dollar) untuk mereka yang bergabung.
Brigadir Jenderal Alan Arrojado seperti dikutip dari The Philippine Star mengatakan bahwa kelompok Abu Sayyaf telah mendapatkan lebih dari setidaknya 15 pengikut baru, dan juga telah mengusik warga desa untuk memaksa mereka untuk bergabung.
Brigjen Alan juga menegaskan bahwa 4 dari 8 sandera diyakini berada dalam Tahanan Abu Sayyaf, termasuk seorang birdwatcher (peneliti Burung) berkebangsaan Belanda, yang ditahan oleh kelompok yang berada di bawah kepemimpinan Radulan Sahiron. [IZ]