YOGYAKARTA, (Panjimas.com) – Sejak zaman Jepang, di Dusun Gancahan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Godean, Sleman, DIY, sudah ada warga yang memelihara babi. Maka tak aneh bila disebut nama Gancahan, yang terbersit di benak warga Godean adalah babi. Sebagaimana pengalaman Panjimas.com dalam perjalanan menuju lokasi peliputan Tabligh Akbar di Masjid Al-Ikhlash, Gancahan VIII, Ahad (24/1/2016).
Waktu itu Panjimas mampir di sebuah angkringan untuk sarapan sekalian menanyakan arah menuju lokasi. Dalam obrolan yang sama sekali tak menjurus ke persoalan, sang penjual angkringan yaang lokasinya berjarak 3 km itu langsung mengatakan bahwa di sana banyak babinya. Lewat di jalan utamanya saja bau babi terasa, katanya.
Setelah sampai di lokasi dan menemui beberapa narasumber untuk wawancara, bahkan sudah bersiap untuk pulang, seorang kakek menceritakan perihal sejarah babi di Gancahan. Kakek itu adalah Mbah Dirjo, ayah salah seorang peternak babi bernama Haryanto.
Mbah Dirjo (80) adalah pemelihara babi generasi pertama di Gancahan. namun dirinya bukan orang pertama. Orang pertamanya adalah Mbah Arjo, pamannya, yang memelihara babi sejak Zaman Jepang.
“Saya memelihara babi saat masih bujang. Waktu itu saya mengikuti jejak paman. Karena saya melihat, memelihara babi lebih mudah daripada sapi dan kambing. Kalau sapi dan kambing harus menggembalakan dan menyabit rumput, tapi kalau babi tinggal dibiarkan dikandang dan dikasih makan,” kisahnya lugu dengan Bahasa Jawa.
Namun kala itu, kemudian pamannya mendapat usaha lain yang lebih menjanjikan, yakni berdagang gamping (kapur sebagai salah satu komposisi bahan pembuatan tembok). Tapi dia harus merantau ke Blabak (daerah Magelang) untuk menjalankan usaha ini. Lantas, setelah melihat keadaan ekonomi pamannya, Dirjo pun ikut ke sana untuk membantu bekerja selama beberapa tahun hingga menikah dan memiliki anak. Dan di sana pulalah dirjo yang lahir dari keluarga abangan mengenal agama Katholik yang dianutnya sampai sekarang.
Entah berapa tahun Dirjo bekerja di Blabak, yang pasti kemudian ia kembali ke Gancahan dan menetap di kamp[ung halamannya itu. Danternyata waktu itu warga kampungnya sudah pada memelihara babi. Dan ia pun mengikuti orang-orang sekitar, kembali memelihara babi lagi. Namun ia mengaku, jumlah babi yang dipelihara di Gancahan selama puluhan tahun tidak banyak. Baru beberapa tahun terakhir peternakan babi mulai menjamur di Gancahan.
“Dulu tidak banyak. Banyaknya ya baru beberapa tahun ini,” ujar Dirjo. Warga lain dan ketua RT 007 pun mengatakan hal yang sama.
Mbah Dirjo menembahkan, usaha babinya diikuti uleh tiga orang anaknya, dan salah satunya adalah Haryanto. Kalau Haryanto lokasi kandangnya di RT 007, dua anaknya yang lain di RT yang berbeda, maka saat ini masih berjalan sebagaimana biasa, karena peternakan yang ditutup baru di wilayah RT 007 saja. [IB]