JAKARTA, (Panjimas.com) – Dalam beberapa hari ini di Jakarta terjadi perlawanan pengedar narkoba terhadap aparat polisi. Bahkan penggerebekan di sebuah rumah yang diduga bandar narkoba di wilayah Jalan Slamet Riyadi, Matraman, Jakarta Timur mengakibatkan seorang polisi meninggal dan polisi lainnya luka-luka. Sementara selang sehari (19/1), dua orang anggota Polres Jakarta Barat ditembak saat melakukan penggerebekan narkoba di kawasan Koja, Jakarta Utara.
Senator Jakarta Fahira Idris dalam release yang dikirimkan ke panjimas mengatakan, sudah menjadi rahasia umum di Jakarta masih terdapat kantong-kantong peredaran narkoba di mana dalam satu lingkungan terdapat bandar, pengedar, dan pemakai menjalankan bisnis narkoba. Untuk itu, warga harus diberi advokasi untuk bergerak bersama memberantas narkoba melalui pendirian kampung-kampung anti narkoba.
“RT/RW dan warga tak bisa juga disalahkan. Mereka tahu di lingkungannya ada bandar, tapi takut melapor. Kejahatan narkoba itu masalah mafia, kejahatan yang terorganisir. Makanya BNN dan Pemprov DKI Jakarta turun ke kampung-kampung. Advokasi warga, inisiasi gerakan kampung anti narkoba. Beri warga jaminan perlindungan sehingga tidak takut melapor. Jadi jangan setiap ada masalah di lingkungan, langsung mau pecat RT/RW. Itu bukan solusi,” tukas Fahira yang juga Wakil ketua Komite III DPD ini di Jakarta Jumat, (22/1/2010).
Menurut Fahira, semasif apapun polisi menangkapi bandar narkoba di Jakarta, peredaran narkoba akan tetap ada, jika masyarakat tidak ikut bergerak. Kampung Anti Narkoba bukan hanya simbol perlawan terhadap narkoba, tetapi di dalamnnya ada proses penyadaran bahwa keamanan dan kondusivitas lingkungan adalah tanggung jawab warga. Untuk itu, pemahaman warga terhadap bahaya dan peredaran narkoba harus dikuatkan. Latih warga agar bisa mengetahui gejala pengguna maupun ciri orang yang berisiko tinggi menjadi bandar, pengedar dan pengguna narkoba.
“Buat saluran pengaduan yang mudah dan aman bagi warga yang mau melapor jika melihat ada indikasi peredaran narkoba di lingkungannya. Jadi dibuat kondisi di mana warga merasa terlindungi jika ingin melapor,” ujar Fahira.
Fahira mengungkapkan dalam 10 tahun belakangan ini, terjadi perluasan peredaran narkoba, dari sebelumnya terjadi di lokasi pusat keramaian seperti diskotek, mall maupun kafe, kemudian meluas merambah ke area perkampungan dengan berani dan terang-terangan.
“Tantangan pemberantasan narkoba ini sangat berat. Mereka itu uda seperti perusahaan. Ada ‘direkturnya’, ada ‘komisarisnya’, ada ‘investor’, ada ‘agen’, sampai ke distributor atau pengedar. Mata rantai ini yang harus kita putus dan masyarakat harus diberi ruang dan dilindungi untuk berperan memberantas narkoba,” ungkap Ketua Yayasan Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri ini. [RN]