SOLO, (Panjimas.com) – Berdalih memberantas teroris saat ini pemerintah ngotot akan merevisi UU Terorisme. Meski dalam prakteknya banyak pelanggaran hukum yang ditemukan dilapangan.
Bagaimana ISAC (The Islamic Study and Action Center) menanggapi wacana teresebut ? Berikut ini adalah penjelasan Sekjen ISAC Endro Sudarsono kepada panjimas.
“Niat awal adalah perbaikan UU Terorisme yang sedang berlaku sekarang, bukan lebih represif dan bukan UU yang melanggar HAM. UU yang baru jangan pernah memberi kewenangan intelijen apapun untuk melakukan penangkapan, kecuali dari institusi Polri.” Ungkap Endro Sudarsono. Rabu, (19/1/2016).
ISAC menilai dalam hal ini ada indikasi kuat BIN akan diberi kewenangan penangkapan dan atau penahanan. Jika ini terjadi maka pelanggaran asas praduga tak bersalah akan semakin ditemukan dilapangan.
“Tidak boleh ada penangkapan dan atau penahanan yang tidak memiliki 2 alat bukti yang cukup.”
Ditemukannya fakta dilapangan bahwa Densus 88 sering melakukan kekerasan dalam hal penangkapan bahkan salah tangkap. Mensikapi hal itu ISAC berharap agar negara memperhatikan hal tersebut.
“Negara berkewajiban minta maaf kepada terduga pelaku salah tangkap dan merehabilitasi nama baik serta memberi ganti rugi yang layak” tambahnya.
Selain itu, ISAC juga mengusulkan agar terduga pelaku diberi hak penuh untuk menentukan pengacara sejak penangkapan, dan berhak didampingi pengacara dalam BAP dan bebas menentukan pengacara bukan dipaksa seperti yang terjadi selama ini. Semua terduga teroris dipaksa oleh Densus 88 agar ditangani oleh pengacara tunjukan Densus 88.
Endro juga meminta agar Densus 88 tidak boleh memaksakan kehendak untuk meminta keterangan yang diduga pelaku. Tidak boleh menyiksa sekecil apapun dan dengan cara apapun kepada terduga pelaku teroris.
“Lembaga Negara tidak boleh merekayasa adanya radikalisasi, terorisasi, kriminalsasi ketika banyak saran dan kritik terhadap pemerintah.” Tegasnya.[RN]