BANDUNG, (Panjimas.com) – Kepolisian Jawa Barat (Polda Jabar) menyatakan kelompok Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sebagai ajaran menyimpang karena ajarannya antara lain menyatakan keyakinan pada Tuhan Alam Semesta bukan Tuhan Yang Maha Esa. Demikian dilansir antaranews.
“Jika memang gerakan ini reinkarnasi atau ganti nama dari gerakan yang dipimpin Ahmad Musadek dulu, kami pastikan Gafatar itu sesat,” kata Kepala Humas Polda Jabar Komisaris Besar Sulistyo Pudjo Hartono, kepada pers di Mapolda Jabar, Selasa, (12/1/2016) setelah menjumpai salah satu keluarga korban hilangnya isteri dan dua anaknya diduga ikut Gafatar di Garut.
Kombes Pudjo, yang memimpin operasi penggulungan gerakan yang dipimpin Musadek di kawasan Gunung Bunder, Bogor, beberapa tahun silam, menegaskan tokoh tersebut sudah pernah dipenjarakan karena perbuatan menyimpangnya. “Ia mengajarkan keyakinan Pada Tuhan Alam Semesta, bukan Tuhan Yang Maha Esa,” katanya.
Ciri lain, gerakan itu tidak mewajibkan shalat lima waktu, tidak wajib puasa Ramadhan, syahadat mereka berbeda, yang bukan kelompok mereka dianggap kafir. Kegiatan rekrut didahului dengan aktivitas-aktivitas bakti sosial. MUI pusat sudah menyatakan Gafatar itu kelompok sesat dan bukan gerakan organisasi Islam murni.
Kombes Pudjo mengimbau jika ada korban-korban lain kehilangan sanak keluarganya, agar melaporkan ke kepolisian terdekat agar segera bisa dilakukan pelacakan di seluruh wilayah NKRI.
“Polda Jabar sendiri akan semaksimal mungkin membantu para korban jaringan Gafatar dengan menggunakan potensi yang dimiliki Polri,” kata Kombes Pudjo.
Sebelumnya, Polda Jabar telah menerima laporan hilangnya sejumlah korban yang diduga keras dilarikan oleh Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), serupa dengan kasus hilangnya dr. Rica di Yogyakarta. Suami korban, Heriadi Atmajaya (44) sebelumnya telah melaporkan kasus itu ke Polres Garut dan Mabes Polri.
“Isteri dan dua anak saya pergi meninggalkan rumah pada 28 Desember 2015. Saya sedang di kamar mandi ketika itu, isteri saya hanya mengatakan dia akan membawa anak saya ke dokter,” kata Heriyadi Atmajaya (44), suami dari Winarti (42).
Heriyadi menambahkan isterinya, Winarti, ketika pergi juga membawa dua anaknya, Sri Putri Rahma (kelahiran 23 April 1998) dan adikanya Andi Permana (kelahiran 27 Februari 2006). Sri pelajar kelas tiga SMK Muhammadiyah Garut Kota dan Andi pelajar SDN Regol 6 Garut Kota.
Ia telah melaporkan kasusnya hilangnya anak dan isterinya ke Polres Garut pada 2 Januari 2016. Namun, berhubung Polres Garut menyatakan kesulitan dalam menangani kasus tersebut, maka ia diminta untuk melapor ke Mabes Polri di Jakarta (11/1). Oleh Mabes Polri, ia kemudian diminta untuk ke Polda Jabar.
Menurut Heriyadi, pembinaan terhadap anak dan isterinya oleh kelompok Gafatar telah dilakukan sejak setahun sebelumnya, sekitar bulan Agustus 2014, berdasarkan sejumlah bukti tertulis (buku harian) yang ditemukan di rumahnya.
Selama periode waktu tersebut, Winarti dan anak-anaknya tidak menunjukkan sikap terbuka menyangkut niatnya untuk akhirnya pergi meninggalkan rumah. “Mereka diam-diam saja, termasuk jika akan mengikuti semacam kegiatan pengajian,” kata Heriyadi.[RN]