JAKARTA, (Panjimas.com) – Seluk beluk organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) mulai terkuak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memperhatikan pola gerakan Gafatar menyebut bahwa organisasi itu terindikasi pecahan Al Qiyadah Al Islamiah aliran sesat yang dahulu dipimpin Ahmad Musadeq yang mengaku nabi palsu.
“Gafatar ini metamorfosis dari beberapa aliran. Ini yang sedang kita kaji. Salah satunya di beberapa daerah dia terindikasi sebagai pecahan Al Qiyadah Al Islamiyah,” kata Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis saat berbincang, Selasa (12/1/2016). Seperti dilansir detik.
Menurut Cholil, pola gerakan Gafatar di tiap daerah berbeda-beda. Namun, yang paling kentara memang gerakan ini mirip dengan gerakan yang pernah dibawa Ahmad Musadeq.
“Ada sebagian di Aceh itu memang jelas pecahannya Al Qiyadah Al Islamiah Ahmad Musadeq. Ada juga pecahan Dien Abraham,” jelas Cholil.
Untuk itu, MUI saat ini sedang melakukan pengkajian mendalam terkait organisasi ini. Apalagi belakangan marak adanya laporan orang hilang secara misterius dan diduga kuat bergabung dengan Gafatar.
“Ini kami sedang mendalami dan meneliti secara komprehensif. Nanti setelah ada kesimpulan dari hasil penelitian, akan kami sampaikan dengan terbuka soal Gafatar ini,” tegas Cholil.
Sebagaimana diketahui, paham Al Qiyadah Al Islamiah pernah ramai diperbincangkan beberapa tahun yang lalu saat muncul orang bernama Ahmad Musadeq yang mengaku sebagai nabi setelah Nabi Muhammad. Musadeq saat itu merekrut banyak orang dan mengajarkan ajaran yang dianggap menyimpang, termasuk dalam tata cara beribadah. Al Qiyadah Al Islamiah dinyatakan organisasi terlarang dan akhirnya dibubarkan.
Sementara itu, di website Gafatar, organisasi ini disebut dideklarasikan di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada tahun 2012. Awalnya, organisasi berlambang sinar matahari berwarna oranye ini terdiri dari 14 DPD. Tidak ada update soal jumlah kepengurusan, namun di website lain disebutkan jumlah kepengurusan berkembang hingga 34 DPD.
Dasar pendirian organisasi adalah belum merdekanya Indonesia. Menurut mereka, Indonesia masih dijajah neokolonialis. Di sisi lain, para pejabat serakah dan kerap bertindak amoral. “Kenyataan ini membuat kami terpicu untuk berbuat,” tulis Gafatar dalam webnya.
Program kerja Gafatar di antaranya ketahanan dan kemandirian pangan. Mereka memajang
dokumentasi kegiatan seperti perkemahan, pelatihan kebencanaan, pelatihan untuk remaja, dan lain-lain.
Juga ada beberapa berita terkait Gafatar. Salah satunya soal pernyataan Ketum Gafatar Mahful Tumanurung. “Gafatar Bukan Organisasi Keagamaan,” demikian judul postingan tertanggal 28 Februari 2015 itu.
“Gafatar tidak akan berevolusi menjadi organisasi keagamaan dan politik,” kata Mahful sambil mengimbau anggota agar tidak melacurkan diri dan menggadaikan organisasi untuk kepentingan sesaat.
Hingga saat ini, belum ada satupun pihak Gafatar yang bisa dihubungi. Alamat kantor di Cilandak seperti tertulis di website saat didatangi terlihat sepi dan tidak ada kegiatan sedikitpun.[RN]