COLORADO, (Panjimas.com) – Sekitar 190 pekerja Muslim di Pabrik pengolahan daging di Fort Morgan, Colorado dipecat akhir bulan lalu (31/12/2015) , setelah mereka memprotes keputusan manajeman perusahaan yang dikskriminatif, dimana perusahaan Cargill mencabut hak mereka untuk Shalat berjamaah selama shift mereka, dilansir oleh Denver Post.
Sebagaimana diketahui, ibadah Shalat merupakan salah satu pilar Agama Islam, dimana setiap Muslim setiap harinya diwajibkan menunaikan Shalat 5 kali dalam sehari. Ibadah Shalat yang berlangsung tidak lebih dari 5 menit ini, dilakukan secara teratur sepanjang hari oleh setiap Muslim. pemogokan dilakukan oleh ratusan pekerja Muslim ini pada shift kedua, saat Matahari terbenam, waktu Shalat Maghrib.
Sebelumnya, 20 hari yang lalu lebih dari 200 pekerja mogok pekerjaan mereka di Cargill Meat Solutions di Fort Morgan.
Beberapa pekerja kembali, akan tetapi sebagian besar tetap pergi saat perwakilan dari Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), Council of American Islam Relations melakukan proses negosiasi mewakili posisi mereka.
Pada hari Selasa (29/12/2015), Cargill, melalui pengacaranya, memecat pekerja Muslim yang tetap bersikukuh memperjuangkan hak waktu Shalat berjamaah mereka , kata Jaylani Hussein, juru bicara dan Direktur Eksekutif CAIR.
Permasalahan terjadi pada bulan Desember ketika seorang Manajer baru untuk shift kedua melarang istirahat untuk sholat selama jam kerja. 10 pekerja Muslim langsung mengundurkan diri pada hari berikutnya, diikuti segera oleh pemogokan massal sekitar 200 lebih pekerja. Kemudian, Manajemen Cargill menanggapi hal itu, dengan memecat semua dari sekitar 190 pekerja Muslim yang belum kembali bekerja pada tanggal 29 Desember 2015, mengacu pada klausul kontrak mereka, jika absen 3 hari berturut-turut.
Pabrik pengolahan daging itu dioperasikan oleh perusahaan raksasa multinasional Cargill berbasis di Kansas, yang diketahui mempekerjakan sekitar 2.100 pekerja tiap jamnya. Dari 2.100 pekerja, 600 diantaranya , atau lebih dari seperempatnya (1/4), adalah para pengungsi Muslim dari Somalia, salah satu Negara termiskin di dunia, yang telah hancur karena konflik beberapa decade yang dipicu oleh imperialisme Amerika.
Beberapa pekerja Muslim yang dipecat diketahui telah bekerja di pabrik pengolahan daging itu selama 10 tahun, kata Hussein. Cargill sebelumnya telah mengizinkan para pekerja Muslim untuk beribadah di pabrik, bahkan menyediakan tempat ibadah, katanya.
Manajemen pabrik di tahun 2009 telah membuka area kecil tempat ibadah untuk menampung para pekerja. Namun, pekerja yang telah berusaha untuk memanfaatkan waktu mereka selama jam kerja mereka, telah melaporkan bahwa mereka telah mengalami ancaman rutin dari manajemen Cargill.
“Ini telah berlangsung untuk waktu yang lama,” Jaylani Hussein dari Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), yang mewakili para pekerja Muslim yang dipecat dalam sengketa, kepada pihak pers. “Ada kasus tahun lalu dan juga tahun ini di mana pengawas secara lisan mengatakan, ‘Anda dipecat, Anda akan pulang kerumah,’ jika Anda pergi untuk Shalat.
Para pekerja Muslim Shalat pada waktu yang berbeda tiap hari, biasanya sekitar 5-10 menit, kata Hussein. Namun baru-baru ini keputusan dibuat oleh manajemen baru pabrik untuk mengubah ijin praktek shalat itu selama jam kerja.
“Para pekerja diberitahu:” Jika Anda ingin berdoa, pulanglah, ‘”kata Hussein.
Banyak dari para pekerja, yang merupakan tulang punggung keluarga mereka itu, tetap bersatu dan memutuskan untuk melakukan pemogokan kerja dalam upaya untuk mengubah keputusan manajer pabrik agar mengembalikan hak waktu shalat mereka.
Hussein mengatakan pejabat perusahaan mengatakan kepadanya pemecatan massal itu dikarenakan “tidak ada panggilan, tidak ada kegiatan, walk out (mogok).”
“Ini mengecewakan,” kata Hussein.
Para pekerja sebelumnya telah menggunakan waktu dari periode istirahat mereka sekitar 15 menit, atau waktu 30 menit istirahat makan siang mereka untuk Shalat.
Cargill memiliki kebijakan yang menyatakan bahwa setiap pekerja yang diberhentikan tidak dapat mengajukan permohonan kembali untuk posisi sebelumnya selama jangka waktu 6 bulan.
Pihak CAIR terus berupaya berbicara dengan Cargill, pembicaraan melalui teleconference dijadwalkan minggu depan, dan Hussein berharap bahwa pembekuan 6 bulan itu dibebaskan dan bahwa para pekerja akan diizinkan kembali.
Para pekerja terus mengungkapkan keinginan mereka untuk diizinkan beristirahat saat masuk waktu sholat, kata Hussein.
“Mereka merasa menjadi manusia yang lebih buruk saat mereka kehilangan waktu shalat mereka bahkan itu lebih buruk dari rasa kehilangan pekerjaan mereka,” kata Hussein. “Ini seperti kehilangan rahmat dari Tuhan.”
Pihak Cargill tidak bisa dihubungi untuk memberikan komentar lebih lanjut saat Rabu malam (30/12/2015). Pekan lalu, Mike Martin, Direktur Komunikasi untuk Cargill, mengatakan kepada Greeley Tribune bahwa semua pekerja dari Agama manapun diperbolehkan untuk menggunakan area refleksi, tapi itu hanya untuk beberapa pekerja hanya 1 atau 2 pada satu waktu dapat menggunakan area itu, agar menghindari keterlambatan proses produksi.
Lebih lanjut, Mike Martin mengatakan bahwa kebijakan perusahaan tidak berubah.
Para pekerja diketahui mendapatkan $ 14 dollar per jam , dan diwakili oleh serikat pekerja, Teamsters Local 455. Sekitar 2.000 orang bekerja di pabrik pengolahan daging itu.
“Mereka adalah orang-orang yang ingin bekerja,” kata Jennifer Wicks. “Jika mereka diizinkan untuk kembali bekerja, kami akan terus bernegosiasi.” [IZ]