BEIJING, (Panjimas.com) – Pemerintah Komunis China mendeportasi wartawan asal Prancis, Ursula Gauthier, setelah mempertanyakan perlakuan Pemerintah Negeri Tirai Bambu itu terhadap umat Muslim Uighur di Xinjiang, wilayah barat laut Cina, dilansir oleh The Guardian.
Beijing menegaskan tidak akan memperbaharui izin kerja jurnalis bagi Ursula Gauthier, seorang wartawan dari majalah berita Perancis L’Obs, hari Sabtu (26/12/2015).
Gauthier yang merupakan koresponden kota Beijing bagi majalah L’obs, dipaksa harus angkat kaki dari Cina pada tanggal 31 Desember 2015, setelah permohonan visa kerjanya ditolak oleh Otoritas pemerintah Cina.
Segera setelah menerbitkan sebuah cerita yang menunjukkan bahwa pemerinta Cina sedang menggunakan alasan serangan Paris untuk membenarkan tindakan kerasnya terhadap Muslim Uighur, Ursula Gauthier menjadi subjek editorial di media-media yang dikendalikan pemerintah dan bahkan mengalami ancaman pembunuhan, demikian menurut L’Obs
Gauthier menjadi sorotan beberapa media lokal yang berafiliasi dengan pemerintahan komunis itu setelah menerbitkan tulisan mengenai Muslim Uighur. Gauthier menuduh China memakai ‘teror Paris’ sebagai pembenaran untuk melakukan tindakan keras terhadap kaum minoritas Uighur yang tinggal di Provinsi Xinjiang.
Dikatakan artikel yang Gauthier tulis mengenai kerusuhan di Xinjiang merupakan sebuah “tindakan kejam dan terorisme ” yang menewaskan banyak orang.
Beberapa media melaporkan bahwa Kementerian Luar Negeri Cina telah meminta Gauthier untuk menarik pernyataan dalam pemberitaannya di depan public
Dituliskan dalam sebuah editorial bahwa pengusiran atas Gauthier merepresentasikan sebuah insiden besar di saat pemerintah Perancis dan Cina sedang memperkuat hubungan diplomatic, ekonomi, dan budaya.
Sementara BBC mengatakan, Gauthier menyebut klaim tersebut sebagai hal yang “tidak masuk akal” dan mengatakan Beijing berusaha untuk menghalangi wartawan asing di negara itu. Tidak hanya menjadi sorotan, Gauthier juga menerima ancaman pembunuhan akibat tulisannya itu.
Gauthier bahkan mengatakan kepada BBC jika pemerintah Cina telah berulang kali menyuruh dirinya untuk meminta maaf karena telah mendukung terorisme , dalam hal ini adalah umat Islam Uighur.
“Saya bilang saya tidak pernah mendukung terorisme – Bagaimana Anda ingin saya untuk meminta maaf terhadap sesuatu yang saya tidak tulis?” jelas Gauthier.
“Saya yakin bahwa mereka sangat jelas berusaha untuk mengintimidasi pers asing di Cina karena mereka tidak ingin ada yang mengatakan hal-hal yang berbeda dari versi resmi dari pertanyaan,” jelasnya.
Kementerian Luar Negeri Perancis, hari Jumat (25/12/2015) telah mengeluarkan pernyataannya bahwa pihaknya menyayangkan tidak diperpanjangnya visa kerja jurnalis mereka, Ursula Gauthier, “Perancis akan mengingatkan kembali betapa pentingnya bagi jurnalis mereka untuk dapat bekerja belahan dunia manapun”
Ursula Gauthier akan menjadi wartawan asing pertama yang diusir sejak koresponden al-Jazeera Melissa Chan dipaksa meninggalkan Negara tersebut pada tahun 2012.
Populasi Uighur di China yang secara etnis adalah orang Turki Muslim sebanyak 45% dari populasi Xinjiang.
Untuk diketahui, majalah L’Obs, mengubah nama dari sebelumnya ‘Le Nouvel Observateur’ pada bulan Oktober 2014.
Untuk diketahui sebelumnya awal November 2015 lalu, Zhao Xinwei (58 tahun) editor koran milik pemerintah China, Xinjiang Daily, telah dipecat karena mengkritik kebijakan pemerintah China di wilayah yang didominasi penduduk Muslim Uighur, Xinjiang.
Pengawas resmi dari Partai Komunis, menggugat Zhao Xinwei karena dinilai “melakukan pelanggaran kedisiplinan serius”, sebuah istilah yang biasanya digunakan untuk merujuk pada korupsi.
Koran Zhao itu meliput kabar seputar wilayah barat China yang kerap mengalami bentrokan mematikan antara aparat Kepolisian dan keamanan dengan warga setempat dari etnis Uighur.
Zhao dituding secara tidak patut membahas soal kebijakan-kebijakan Partai Komunis di daerah itu, termasuk soal perang melawan terorisme.*
Zhao dituduh tidak mengikuti petunjuk partai dalam peliputan soal separatisme, agama, ekstrimisme dan isu-isu sensitif lainnya.
“Kata-kata dan tujuannya tidak sejalan dengan pengurus partai setempat maupun pusat,” kata lembaga pengawas Partai Komunis dalam pernyataan yang dimuat di situsnya seperti dikutip BBC Senin (2/11/2015).
Telah sejak lama China memberlakukan peraturan yang lebih ketat perihal kritik terhadap kebijakan partai penguasa. [IZ]