BEIRUT, (Panjimas.com) – Komandan senior kelompok pejuang Suriah Jaisyul Islam, Zahran Alloush dilaporkan gugur dalam serangan udara oleh militer Rusia di Damaskus, dilansir Reuters.
Ia adalah seorang Pemimpin tinggi oposisi Suriah dan Kepala kelompok pejuang paling kuat di pinggiran timur Damaskus, dilaporkan gugur dalam serangan udara yang menargetkan markas Jaisyul Islam, demikian menurut sumber pihak oposisi dan tentara Suriah, hari Jumat (25/12/2015).
Gugurnya Zahran Alloush Komandan senior Jaisyul Islam, yang berusia 44 tahun itu, merupakan pukulan besar untuk pihak oposisi dari daerah pinggiran kota pedesaan timur yang dikenal sebagai al Ghouta, kata sumber dari pihak oposisi.
Pakar Pertahanan mengatakan kekacauan di antara pasukan pejuang juga bisa mengkonsolidasikan kontrol Presiden Suriah Bashar al-Assad atas sisa wilayah.
Beberapa pemimpin pejuang telah gugur sejak Rusia memulai kampanye militer udara pada 30 September dalam mendukung sekutunya Assad, meskipun pihak Moskow telah menegaskan bahwa serangan-serangan itu berkonsentrasi terhadap ISIS.
Sumber pihak oposisi mengatakan bahwa dalam serangan pesawat tempur Rusia menembakkan sedikitnya 10 rudal pada markas rahasia kelompok (Jaisyul Islam) , yang merupakan faksi mujahidin terbesar di daerah itu dan memiliki sekitar 15.000 sampai 20.000 mujahid, demikian menurut sumber intelijen Barat.
Tentara Suriah mengatakan gugurnya Zahran Alloush sebagai akibat dari hasil informasi intelijen di lapangan. Pihak oposisi menyalahkan pihak Rusia yang memata-matai dengan pesawat canggih jarang sekali melepaskan pengawasan di langit wilayah mereka.
Sebagai pemimpin, Alloush dianggap sebagai pengkhotbah salafi kharismatik yang mendapat dukungan dari Arab Saudi. Untuk mengisi kepemimpinan, Sumber dari pihak oposisi mengatakan kelompok itu telah memilih salah satu Komandan militer mereka, Abu Hammam al Buwaidani sebagai pimpinan baru mereka.
“Kesyahidan Alloush harus menjadi titik balik dalam sejarah revolusi dan kelompok pemberontak harus menyadari bahwa mereka menghadapi perang pemusnahan dan pencabutan oleh (Presiden Rusia Vladimir) rezim Putin,” kata Labib al Nahhas, tokoh senior di kelompok oposisi, Ahrar al-Sham .
Jaysh al Islam telah efektif menjalankan administrasi daerah Ghouta Timur sejak tahun 2013, ketika kelompok itu terbentuk dari sebuah penggabungan dari sejumlah brigade mujahidin.
Pihak oposisi mengatakan Alloush syahid saat sedang mengadakan pertemuan dengan pemimpin oposisi lainnya di daerah Marj al-Ghouta, yang telah menjadi target dari serangan dalam beberapa minggu terakhir.
Untuk diketahui, Jaysh al Islam adalah salah satu kelompok oposisi utama yang menghadiri pertemuan pihak oposisi yang didukung Saudi baru-baru ini di Riyadh dan akan menjadi bagian dari tim negosiasi yang diperkirakan akan mengadakan pembicaraan dengan pemerintah Assad yang dijadwalkan pada akhir januari mendatang di Jenewa, Swiss. Sementaram Pemerintah Suriah berkali-kali mengatakan tidak bersedia berunding dengan pihak oposisi.
Sebelum mendirikan Jaysh al Islam, Zahran Alloush telah mendirikan Liwa al-Islam, atau Brigade Islam, dengan ayahnya Abdallah, seorang ulama Salafi Suriah yang berbasis di Arab Saudi. Dia memiliki gelar Doktor dalam studi Agama dari sebuah Universitas Saudi.
Observatorium Hak Asasi Manusia (HAM), SOHR, mengatakan pihaknya belum mendapatkan kepastian apakah serangan udara itu diluncurkan oleh Pemerintah Suriah atau pesawat tempur Rusia. Tetapi, militer Suriah kemudian mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut dalam pernyataan yang dipublikasikan oleh kantor berita resmi Suriah, SANA.
Disebutkan pula bahwa dalam serangan udara itu, gugur pemimpin Ahrar al-Sham dan Faylaq al-Rahman, faksi lainnya yang sering beraliansi dengan pasukan Jaisyul Islam Alloush.
Alloush secara ideologis bertentangan dengan ISIS dan al Qaeda, yang mendukung citra Islam yang lebih moderat.
Pemerintah Suriah telah lama menuduh Arab Saudi melakukan pembiayaan senjata dan perlengkapan lainnya untuk Alloush. Tapi ada juga laporan bahwa sementara pada kunjungan regional untuk Negara-negara yang memusuhi pemerintah Assad termasuk Turki dan Arab Saudi, Alloush belum berhasil memenangkan dukungan yang ia inginkan untuk kelompoknya.
Al-Ghouta telah dikepung selama bertahun-tahun dan telah menjadi target dari beberapa serangan paling intensif terhadap warga sipil yang tinggal di daerah padat penduduk.
Sebuah serangan gas kimia di Ghouta pada bulan Agustus 2013 menurut pihak Amerika Serikat telah menewaskan 1.400 orang dan pihak Barat telah menyalahkan pasukan yang setia kepada Assad, mendesak ancaman intervensi militer Barat di Negara itu. [IZ]