TUNIS, (Panjimas.com) – Pemerintah Tunisia telah memperpanjang kondisi Negara dalam keadaan darurat yang telah diberlakukan setelah insiden serangan bom bunuh diri akhir November lalu. Diketahui perpanjangan kondisi darurat itu selama 24 Desember hingga 21 Februari 2015, demikian Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi mengatakan dalam sebuah pernyataan pers, hari Selasa (22/12/2015), dilansir Middle East Monitor.
Keadaan darurat Tunisia ini memberikan Presiden dan pihak angkatan bersenjata kekuasaan yang lebih dan menunda beberapa hak warga Tunisia.
Dalam pernyataan pers-nya dikatakan bahwa keputusan perpanjangan keadaan darurat itu dibuat setelah berkonsultasi dengan Perdana Menteri dan Ketua Parlemen Tunisia.
Untuk diketahui, Presiden Tunisia Beji Caid Essibsi hari Selasa (25/11/2015) akhir November telah memberlakukan keadaan darurat selama 30 hari setelah serangan bom bunuh diri yang menewaskan 13 anggota Dinas Keamanan Presiden, dilansir oleh CBS News Agency.
Presiden Essibsi mengumumkan keadaan darurat dan memberlakukan jam malam dari pukul 9 pm sampai 5 am [20.00-04.00 GMT] di ibukota Tunis.
Tunisia Penyumbang Jihadis Asing Terbesar
Tunisia diperkirakan menjadi sumber tunggal terbesar dari para pejuang mujahidin asing dalam perang Suriah. Pihak berwenang memperkirakan jumlah warga Tunisia yang berjuang di sana sekitar 3.000.
Pada bulan Juli lalu , Delegasi PBB yang berkunjung ke Tunisia mengatakan telah menerima informasi bahwa sekitar 4.000 warga Tunisia bertempur di Suriah, dengan 1.000 sampai 1.500 lainnya yang bertempur di Negara tetangga Libya.
Ledakan bom itu terjadi beberapa hari setelah Kementerian Dalam Negeri menaikkan peringatan keamanan ke tingkat tertinggi kedua setelah memperoleh informasi tentang kemungkinan serangan di kota resor tepi laut dari kota kecil Sousse dan daerah-daerah sensitif lainnya.
Islamic State (IS) Klaim Bertanggung Jawab
Islamic State (IS) telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom bus Paspamres Presiden kemarin, Kamis (26/11/2015), yang menewaskan 13 anggota Dinas Keamanan Presiden di depan sebuah hotel itu.
Dalam pernyataan yang diunggah secara online Kamis [26/11/2015], IS mengatakan seorang gerilyawan itu di-identifikasi sebagai Abu Abdullah al-Tunisi yang telah melakukan serangan di ibukota Tunis setelah menyusup ke dalam bus.
Dalam pernyataanya kelompok IS mengatakan “rezim tiran Tunis tidak akan memiliki kedamaian dan kami tidak akan beristirahat sampai hukum Allah tegak dan mengatur masyarakat di Tunis.”
Sehari setelah serangan bom bus paspampres kepresidenan, Pemerintah Tunisia mengatakan pada hari Rabu [25/11/2015] bahwa mereka menutup perbatasannya dengan Libya, dimana banyak terjadi bentrokan dengan kelompok jihadist Islam, dilansir oleh AFP News.
Tidak ada alasan diberikan, tetapi Kementerian Dalam Negeri mengatakan sebelumnya peledak yang digunakan dalam serangan yang menewaskan 12 pengawal Presiden sama dengan peledak yang digunakan untuk membuat sabuk bunuh diri yang secara ilegal dibawa dari Libya dan telah disita tahun lalu.
Dewan Keamanan Nasional Tunisia , yang dipimpin oleh Presiden Beji Caid Essebsi, memutuskan untuk menutup perbatasan mulai tengah malam dengan “memperkuat pengawasan perbatasan maritim dan di Bandara,” demikian dalam sebuah pernyataan.
Dewan Keamanan Nasional juga memutuskan untuk “meningkatkan operasi untuk memblokir situs Internet yang terkait dengan terorisme”.
Dan pihak berwenang akan “mengambil langkah-langkah mendesak mengenai orang yang kembali dari lahan subur konflik, sejalan dengan hukum anti-teroris,” demikian pernyataan itu tanpa menjelaskan rincian lebih lanjut.
Serangan ini merupakan sebuah evolusi dalam perilaku para teroris, kali ini mereka menyerang simbol Negara dan di jantung ibukota,” kata Perdana Menteri Habib Essid kepada wartawan setelah pertemuan keamanan darurat.[IZ]