SOLO, (Panjimas.com) – Prosedur penangkapan dan penggledahan yang dilakukan Densus 88 terhadap Budiyanto alias Abdul Karim pada hari Sabtu, (19/12/2015) di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo yang lalu memunculkan opini negatif dimasyarakat. Hal ini terjadi lantaran Densus 88 dinilai terkesan tidak profesional.
Selain mengacak-acak Al quran, mengambil barang yang tidak ada hubungannya seperti alat masak dan lainnya ternyata dilapangan Densus 88 juga melibatkan kepolisian asing dalam penangkapan tersebut.
Beberapa wartawan yang dilapangan pun sempat terheran dan bertanya-tanya dengan munculnya orang asing yang ikut dalam penangkapan dan penggledahan tersebut.
Melihat kejanggalan tersebut Sekjen ISAC (The Islamic Study and Action Center) Endro Sudarsono pun angkat bicara.
“Terkait barang bukti, Densus mestinya hanya mengambil BB yang terkait dengan perbuatan terduga. Pengambilan Al Quran dan Pipa milik pemilik rumah yang sebenarnya tidak menjadi barang bukti teror, Densus harus segera mengembalikan. Jika tidak, Keluarga atau pemilik barang bukti bisa melakukan upaya praperadilan, apalagi jika tidak ada surat sita.” Ujarnya. Sabtu, (26/12/2015).
Adapun munculnya polisi Australia saat penggerebekan ini sebuah indikator bahwa Densus menjadi alat untuk kepentingan asing. Tanpa Australiapun Densus 88 mestinya bisa profesional.
“Warga semakin tidak yakin dengan kinerja Densus jika masih ada kepentingan asing didalamnya. Kapolri mestinya tidak mengijinkan polisi Australia turut serta dalam penggerebegan terduga teroris, kecuali jika Polri sudah tidak mampu.” Tegasnya.[RN]