ACEH SINGKIL, (Panjimas.com) – Terkait adanya pemasangan tenda di bekas Rumah Ibadah yang dibongkar di Kabupaten Aceh Singkil, maka Forum Ummat Islam Aceh Singkil menyampaikan pernyataan sikap yang dikirimkan melalui releasenya Kamis, (24/12/2015).
“Pendirian tenda-tenda yang dijadikan sebagai tempat ibadah di bekas gereja yang dibongkar merupakan tindakan provokasi nyata dan upaya menarik simpati masyarakat luar. Perbuatan tersebut juga termasuk pembangkangan terhadap aturan yang berlaku di NKRI dan juga pelanggaran kearifan lokal.” Ujar Tgk. Hambalisyah Sinaga
Upaya provokasi semakin nyata terlihat ketika tenda tersebut dijadikan tempat ibadah. Seolah-olah mereka terdzalimi dan teraniaya. Padahal berdasarkan kesepakatan, mereka yang gerejanya dibongkar akan beribadah di gereja terdekat yang masih satu aliran. Bahkan kesepakatan pula, tidak akan mendirikan tempat ibadah sebelum ada izin.
Ketua FUI Aceh Singkil tersebut menambahkan bahwa, Pemerintah setempat telah menyurati pengurus gereja agar tidak mendirikan tenda di bekas gereja yang dibongkar agar tidak menimbulkan berbagai praduga, tapi surat tersebut diabaikan oleh pihak gereja. Bisa jadi, jamaat gereja bersikeras beribadah di tenda tersebut karena ada yang mengarahkan. Tentang apakah ada yang mengarahkan ini, termasuk keterlibatan pihak gereja hendaknya diusut pihak kepolisian.
Perlu diingat bahwa gereja yang dibongkar hanya 10 gereja illegal dari 23 gereja illegal yang ada di Aceh Singkil. 10 gereja yang dibongkar ini merupakan hasil kesepakatan dengan ummat Kristiani, dimana gereja-gereja dimaksud masih berdekatan dengan gereja lain.
“Ada upaya-upaya provokasi yang demikian hendaknya menjadi perhatian yang serius pemerintah Aceh Singkil, termasuk aparat keamaan agar tidak ada bibit-bibit konflik baru yang bisa muncul kapan saja.” Pungkasnya.