BEKASI (Panjimas.com) – Mendengar adanya isu bahwa gereja liar Santa Clara akan melakukan peletakkan batu pertama, para tokoh muslim Bekasi melakukan aksi penolakan.
Ratusan masyarakat Bekasi berkumpul di depan pintu gerbang gereja liar Santa Clara, yang berlokasi di RW 11, Kelurahan Teluk Pucung, Bekasi Utara, Kota Bekasi. Mereka pun menolak dengan tegas berdirinya gereja Santa Clara dan memasang plang status quo.
“Pemasangan plang ini merupakan kesepakatan dengan walikota, status quo ini harus di pasang,” ujar Ustad Ismail Ibrahim selaku Ketua Forum Masjid-Mushollah Duta Harapan Telaga Mas, Kamis (3/12/2015) malam.
Dihadiri warga Muslim Bekasi, gelora takbir pun menggema di depan gerbang gereja liar Santa Clara. Di antara tokoh muslim Bekasi yang turut hadir adalah Ustadz Aang Kunaefi mewakili KH Amin Nur, Ustadz Suhendi, Ustadz Danil Aminudin, Ustadz Ismail Ibrahim, Ustadz Heri, Ustadz Nanang Seno dan H. Arifin.
Untuk diketahui, ribuan umat Islam yang tergabung dalam Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi (MSUIB), sempat mengepung Kantor Walikota Bekasi yang terletak di Jalan Ir H Juanda No 1, Bekasi, Jawa Barat, pada hari Senin (10/8/2015).
Dalam aksi tersebut para tokoh Bekasi Islam juga mendesak agar Walikota Bekasi, Rahmat Efendi mencabut izin pendirian Gereja Santa Clara. (Baca: Demonstran Tolak Gereja Santa Clara: Rahmat Efendi Kalau tak berani Cabut Izin, Ganti Nama jadi Laknat Efendi!)
“Wahai Bapak Rahmat Efendi, kalau bapak berani mencabut maka namanya tetap Rahmat Efendi, Kalau bapak tidak berani mencabut dan menolak, ganti namanya menjadi Laknat Efendi!” ujar salah seorang tokoh Bekasi Utara dalam orasinya.
Saat itu, ustadz Aang Kunaifi, tokoh Islam Bekasi Utara selaku perwakilan dari pengasuh Pondok Pesantren At-Taqwa yang didirikan oleh Almarhum KH Noer Ali, menjelaskan, bahwa pembangunan Gereja Santa Clara yang berada di tengah perkampungan Muslim dan pondok pesantren sangat meresahkan warga.
“Kalau mereka membangun (gereja, Santa Clara) motivasinya apa? (Gereja Santa Clara) itu terletak di antara pesantren At-Taqwa dan pesantren An-Nur, itu pesantren besar di Bekasi Utara, di tengah-tengah bercokol gereja besar, itu yang membuat masyarakat gerah dan menolak, agar Santa Clara ini tidak dizinkan berdiri,” ujarnya kepada Panjimas.com di sela-sela aksi.
Apalagi, di balik pembangunan Gereja Santa Clara terdapat aksi pemurtadan Kristenisasi berkedok kegiatan sosial.
Namun, setelah melakukan rapat tertutup, negosiasi para ulama dan tokoh Bekasi dengan Walikota Bekasi, Rahmat Efendi, hanya menghasilkan status quo terhadap rencana pembangunan gereja Santa Clara. (Baca: Hasil Negosiasi para Ulama, Walikota Bekasi tak Cabut Izin Gereja Hanya Dijadikan Status Quo)
Untuk itu para tokoh dan kaum Muslimin Bekasi bertekad mengawal hasil keputusan tersebut, dengan memasang plang status quo di lokasi gereja liar Santa Clara, meskipun seharusnya hal itu dilakukan oleh aparat pemerintah. [AW/Iyan]