BANDUNG, (Panjimas.com) – Acara Mudzakarah ANNAS di Bandung menghasilkan beberapa point utama diantaranya adalah,
Pertama, penegasan kata “Anti” dalam “Anti Syiah” bukan berarti ANNAS mendukung radikalisme atau merupakan gerakan intoleran, melainkan “sikap tegas” umat Islam untuk mewaspadai akan penyimpangan dan bahaya ajaran Syiah bagi umat, bangsa, dan Negara.
Kedua, mengingatkan umat dan Pemerintah bahwa Syiah bukan semata sekte teologis melainkan suatu gerakan politik dengan ideologi imamah yang berpotensi membangun konflik dan membuat makar untuk merebut kekuasaan.
Ketiga, Indonesia berada dalam posisi “darurat Syiah” karena campur tangan dan intervensi keagamaan, budaya, ekonomi, dan politik Negara syiah Iran. Karenanya Presiden dan jajaran Pemerintah harus lebih peka dan waspada terhadap gerakan ideologi transnasional Syiah dukungan Iran ini.
Keempat, tutup atase kebudayaan kedubes iran kerena dinilai telah menyimpang dari tugas diplomatiknya dengan memberi dukungan pengembangan syiah dengan dana, bantuan pendidikan, maupun loby-loby politik ke pusat kekuasaan. Investasi bisnis telah menjadi alat politik pula. Persona non grata kan diplomat iran dari Indonesia.
Kelima, awasi ketat dan bila perlu segera tutup dan bubarkan lembaga pendidikan, penerbitan, dan yayasan-yayasan yang telah terafiliasi dengan faham sesat syiah karena membahayakan generasi muda dan masa depan keutuhan bangsa dan umat Islam di Indonesia yang berfahamkan ahlu ssunnah wal jamaah.
Keenam, mendesak MUI untuk meningkatkan hasil kajian tentang penyimpangan.
Ketujuh, meningkatkan umat dan pemerintah bahwa membiarkan ajaran taqiyah (dusta), la’nah (menghujat dan memaki), serta mut’ah (kawin kontrak) disamping jelas-jelas menyimpang juga membahayakan karekter masyarakat bangsa. Ini adalah wujud dari gerakan radikal takfiri (pengkafiran) serta gerakan hate speech penganut syiah harus diberantas. Kawin kontrak (muth’ah syiah) merupakan dasar kebebasan berzina dan kedok prostitusi.
Kedelapan, mendorong kementrian agama untuk bekerja sama intens dengan kementrian luar negri dengan melakukan pengawasan kepada misionaris syiah yang masuk ke Indonesia baik dari Iran, Irak, Afganistan, Libanon kerena kehadiran dan ceramah-ceramahnya dapat meresahkan masyarakan ahlussunnah wal jama’ah yang sangat menghormati sahabat dan istri-istri Rosullullah SAW. Demikian juga dengan mewaspadai para “pengungsi” syiah di berbagai rumah detensi-imigrasi di Indonesia.