TUNIS, (Panjimas.com) – Presiden Tunisia Beji Caid Essibsi hari Selasa [25/11/2015] memberlakukan keadaan darurat selama 30 hari setelah serangan bom bunuh diri yang menewaskan 13 anggota Dinas Keamanan Presiden, dilansir oleh CBS News Agency.
Pemerintah Tunis akan “melakukan perang melawan terorisme”, tegas Essibsi beberapa jam setelah ledakan bom yang menghantam sebuah bus yang membawa pasukan pengamanan Presiden di jantung ibukota Tunisia. Selain itu dilaporkan 20 anggota pasukan pengawal Presiden mengalami luka-luka, termasuk 3 diantaranya sedang menjalani operasi.
Juru bicara Presiden Tunisisa mengatakan ledakan bom itu tampaknya merupakan menjadi serangan bom bunuh diri. Presiden Essibsi mengumumkan keadaan darurat dan memberlakukan jam malam dari pukul 9 pm sampai 5 am [20.00-04.00 GMT] di ibukota Tunis.
Swiss Justice and Police Department [Departemen Kehakiman dan Kepolisian Swiss] mengatakan bahwa Presiden Tunisia telah membatalkan kunjungan kenegaraannya ke Swiss yang direncanakan pada hari Rabu [25/11/2015] dan Kamis [26/11/2015].
Ledakan di waktu senja itu terjadi di sekitar Mohammed V Avenue, yang hanya beberapa ratus meter dari kantor pusat Kementerian Dalam Negeri. Pasukan Khusus Militer Tunisia dengan cepat langsung mengepung dan mengamankan lokasi kejadian.
Tunisia Penyumbang Jihadis Asing Terbesar
Tunisia diperkirakan menjadi sumber tunggal terbesar dari para mujahidin asing dalam perang Suriah. Pihak berwenang memperkirakan jumlah warga Tunisia yang berjuang di sana sekitar 3.000.
Pada bulan Juli lalu , Delegasi PBB yang berkunjung ke Tunisia mengatakan telah menerima informasi bahwa sekitar 4.000 warga Tunisia bertempur di Suriah, dengan 1.000 sampai 1.500 lainnya yang bertempur di Negara tetangga Libya.
Ledakan bom itu terjadi beberapa hari setelah Kementerian Dalam Negeri menaikkan peringatan keamanan ke tingkat tertinggi kedua setelah memperoleh informasi tentang kemungkinan serangan di kota resor tepi laut dari kota kecil Sousse dan daerah-daerah sensitif lainnya.
Islamic State [IS] Klaim Bertanggung Jawab
Islamic State [IS] telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom bus Paspamres Presiden kemarin, Kamis [26/11/2015], yang menewaskan 13 anggota Dinas Keamanan Presiden di depan sebuah hotel itu.
Dalam pernyataan yang diunggah secara online Kamis [26/11/2015], IS mengatakan seorang gerilyawan itu di-identifikasi sebagai Abu Abdullah al-Tunisi yang telah melakukan serangan di ibukota Tunis setelah menyusup ke dalam bus.
Dalam pernyataanya kelompok IS mengatakan “rezim tiran Tunis tidak akan memiliki kedamaian dan kami tidak akan beristirahat sampai hukum Allah tegak dan mengatur masyarakat di Tunis.”
Bus itu membawa anggota pengawal presiden Tunisia. Presiden telah menyatakan keadaan sebulan darurat.
Pihak Washinton menyatakan Amerika Serikat mengutuk “dalam istilah terkuat” serangan terhadap pasukan keamanan Tunisia.
Kendaraan bus itu meledak di Mohamed V Avenue, sebuah jalan dengan pepohonan besar di pusat ibukota Tunis.
Ambulans bergegas menuju lokasi ledakan dan pasukan keamanan dengan cepat menutup daerah tersebut.
Bandara di Tunisia dan beberapa daerah wisata kota Tunis telah ditutup, megutip laporan sebuah stasiun radio lokal Tunis.
Seorang juru bicara Presiden mengatakan itu adalah “serangan” yang menggambarkan “kemarahan,” dilansir oleh AFP News.
Salah satu saksi dilaporkan telah mengatakan: “Beberapa orang mati, benar-benar keheningan. “Polisi, kegelisahan, penghinaan dan intimidasi orang untuk membubarkan kerumunan.”
Perdana Menteri Tunisia Habib Essid dan Menteri Dalam Negeri Najem Gharsalli telah meninjau tempat kejadian serangan.
Hanya 11 hari yang lalu, pihak berwenang meningkatkan tingkat keamanan di Tunisia dan mengerahkan keamanan ekstra.
Tunisia telah menderita 2 serangan besar tahun ini menargetkan industri pariwisata.
Seorang pria bersenjata membunuh 38 orang asing di sebuah pantai Hotel Sousse pada bulan Juni dan pada pada bulan Maret, pria bersenjata menewaskan 21 turis dalam serangan di Museum Bardo di Tunis.
Tentara Tunisia masih memerangi kelompok militan Islamis di pegunungan dekat perbatasan Aljazair
Militan telah menyerang pos pemeriksaan dan berpatroli di daerah pedesaan di dahulu.
Pemerintah Tunisia Putuskan Tutup Perbatasan
Sehari setelah serangan bom bus paspampres kepresidenan, Pemerintah Tunisia mengatakan pada hari Rabu [25/11/2015] bahwa mereka menutup perbatasannya dengan Libya, dimana banyak terjadi bentrokan dengan kelompok jihadist Islam, dilansir oleh AFP News.
Tidak ada alasan diberikan, tetapi Kementerian Dalam Negeri mengatakan sebelumnya peledak yang digunakan dalam serangan yang menewaskan 12 pengawal Presiden sama dengan peledak yang digunakan untuk membuat sabuk bunuh diri yang secara ilegal dibawa dari Libya dan telah disita tahun lalu.
Dewan Keamanan Nasional Tunisia , yang dipimpin oleh Presiden Beji Caid Essebsi, memutuskan untuk menutup perbatasan mulai tengah malam dengan “memperkuat pengawasan perbatasan maritim dan di Bandara,” demikian dalam sebuah pernyataan.
Dewan Keamanan Nasional juga memutuskan untuk “meningkatkan operasi untuk memblokir situs Internet yang terkait dengan terorisme”.
Dan pihak berwenang akan “mengambil langkah-langkah mendesak mengenai orang yang kembali dari lahan subur konflik, sejalan dengan hukum anti-teroris,” demikian pernyataan itu tanpa menjelaskan rincian lebih lanjut.
Sebelumnya, Kementerian Transportasi mengatakan bahw keamanan akan diperkuat di pelabuhan dan hanya penumpang yang akan diizinkan untuk memasuki Bandara internasional Tunis.
Menurut Reuters, pihak berwenang Tunisia juga mengkonfirmasi seorang pembom bunuh diri mengenakan rompi dikemas dengan bahan peledak plastik meledakkan bus pasukan pengawal Presiden.
“Serangan ini merupakan sebuah evolusi dalam perilaku para teroris, kali ini mereka menyerang simbol Negara dan di jantung ibukota,” kata Perdana Menteri Habib Essid kepada wartawan setelah pertemuan keamanan darurat. [IZ]