WASHINGTON, (Panjimas.com) – Hari Selasa [24/11/2015] Amerika Serikat dan Prancis setuju untuk meningkatkan intensitas operasi militer terhadap Negara Islam [Islamic State] di Suriah dan Irak serta mengkoordinasikan intelijennya terutama dalam menghadapi ancaman domestik menyusul serangan Paris 13 November yang merupakan serangan terburuk yang pernah melanda Perancis sejak era Perang Dunia II, dilansir oleh Reuters
Hubungan antara kedua sekutu ini atas kebijakan terhadap Suriah telah dalam posisi tegang sejak bulan Agustus tahun 2013 saat Presiden AS Barack Obama membatalkan rencana untuk menyerang pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad atas penggunaan senjata kimia.
Pesawat-pesawat tempur Perancis yang siap di landasan pacu ketika kata itu datang dari Washington bahwa Obama telah memutuskan menentang aksi Prancis itu.
Dalam konferensi pers bersama di Gedung Putih, Presiden Prancis Francois Hollande, tergerak oleh dukungan Obama untuk Perancis setelah serangan Paris 13 November yang menewaskan 130 orang, bagi Prancis penting untuk menyingkirkan perbedaan-perbedaan dan mengatakan ia dan Obama berbagi “tekad tanpa henti untuk memerangi terorisme kemana saja dan di manapun. ”
“Kami tidak akan membiarkan dunia hancur. Untuk menghadapi Islamic State, kita harus memiliki respon yang sama, kolektif dan bersikeras,” kata Hollande.
“Kita harus menghancurkan Daesh [IS] dimanapun, memotong sumber daya keuangan mereka, memburu para pemimpinnya, membongkar jaringannya dan merebut kembali wilayah-wilayah yang telah mereka kontrol.”
Kedua Negara, AS-Prancis memutuskan untuk mengintensifkan dan memperluas ruang lingkup serangan udara di Suriah dan Irak serta memperkuat pembagian informasi intelijen pada target Islamic State [IS]. Baik Obama maupun Hollande tidak memberikan rincian konkret tentang bagaimana operasi militer akan ditingkatkan.
“Kami mendapatkan apa yang kita inginkan,” kata seorang pejabat senior Prancis, yang menolak untuk menjelaskan tentang itu. “Intensitas tindakan telah meningkat sebesar 3 derajat.”
Seperti yang disebutkan oleh Hollande dan Obama, bahwa Serangan gabungan Perancis dan Amerika menghantam pusat komando Negara Islam di Irak [ISIL]
Pejabat itu mengatakan bahwa kedua pemimpin itu juga sepakat untuk memperbaharui upaya untuk mendukung pemberontak Suriah di lapangan, termasuk melalui memperlengkapi senjata dan juga melatih mereka.
Penggalangan Dukungan Internasional
Obama mengakui ada ketakutan di antara orang Amerika terhadap potensi model serangan serupa di Paris terjadi di Amerika Serikat. Dia mendesak Eropa untuk berbagi informasi intelijen lebih pada orang-orang yang bepergian antar-benua dan ke Timur Tengah.
“Kita bisa melakukan pekerjaan yang lebih baik terutama berkoordinasi antar negara,” kata Obama, yang menawarkan untuk berbagi alat AS untuk melakukan penyaringan pengungsi dari konflik Suriah.
Hollande mengatakan kedua pemimpin sepakat tentang pentingnya menutup perbatasan Turki untuk membatasi gerakan ekstremis ke Eropa. Pejabat Perancis menunjuk hamparan kecil perbatasan bahwa Turki masih belum menutup area utara dari Aleppo yang telah digunakan oleh Islamic State [IS] untuk jalur lalu lintas barang dan pejuang pria .
Hollande sedang mencoba untuk menggalang dukungan pekan ini untuk kampanye internasional yang lebih terkoordinasi untuk menghancurkan Islamic State [IS]. Dia berbicara kepada Perdana Menteri Inggris David Cameron pada hari Senin, akan berbicara dengan Kanselir Jerman Angela Merkel pada Rabu dan akan mengunjungi Moskow pada hari Kamis.
Menyoroti solidaritas dengan Perancis, Obama menelusuri sejarah persahabatan antara kedua Negara pada masa abad ke-18.
Dia mengatakan ada sebuah gambar di sebelah tempat tidurnya di Gedung Putih dimana dia mencium istrinya, Michelle Obama, di kebun Luksemburg di Paris.
“Nous sommes tous francais [Kita semua orang Perancis],” kata Obama, mengakhiri pernyataan dengan “Vive la France!” [IZ]