WASHINGTON, (Panjimas.com) – Serangan udara bom AS bulan lalu telah menghancurkan sebuah Rumah Sakit MSF [Medecins Sans Frontieres], Doctors Without Borders [Dokter Tanpa Batas], di kota Kunduz, Utara Afghanistan, dilansir oleh Reuters
Diduga sebagai markas operasi Taliban, Serangan 3 oktober itu telah menewaskan 30 orang termasuk 12 staff medis MSF dan melukai sedikitnya 37 jiwa, hingga menyebabkan trauma mendalam penutupan atas Rumah Sakit MSF di Kunduz itu. Selain itu serangan fatal itu juga telah merampas hak puluhan ribu warga Afghanistan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Serangan 3 Oktober telah dikutuk oleh lembaga amal kemanusiaan sebagai sebuah “kejahatan perang”. Hasil temuan dari penyelidikan internal Militer AS atas insiden tersebut akan diumumkan pada hari Rabu [25/11/2015], kata Pentagon.
Mengutip penjelasan pejabat militer AS dalam Laporan penyelidikan internal atas insiden serangan 3 oktober itu, bahwa Serengan udara bom AS yang telah menghancurkan Rumah Sakit Medecins Sans Frontieres di Kunduz adalah akibat “Kesalahan manusia, kegagalan dalam prosedur, dan kegagalan teknis”, demikian dilaporkan oleh New York Times
“Ini terjadi karena kombinasi beberapa factor”, kata seorang pejabat senior Departemen Pertahanan AS yang tidak ingin disebutkan namanya, ia menjelaskan temuan dalam apa yang disebutnya adalah 3.000-file halaman investigasi.
Sementara itu, 2 pejabat militer AS lainnya mengatakan Pesawat tempur Angkatan Udara AC130 yang menyerang Rumah Sakit MSF dimaksudkan untuk menargetkan kompleks berbeda sekitar beberapa ratus kaki [1 kaki = 0.3 meter] jauhnya, yang diyakini adalah markas operasi Taliban, demikian dilaporkan oleh New York Times
“Kru pesawat tempur tidak mampu mengandalkan instrument pesawat untuk menemukan target. Sebaliknya, mereka mengandalkan deskripsi verbal dari lokasi yang sedang disampaikan oleh pasukan di lapangan, yang merupakan gabungan Pasukan Khusus Amerika dan Afghanistan,”
Presiden Barack Obama meminta maaf atas pemboman Rumah Sakit. Medecins Sans Frontieres, atau Dokter Tanpa Batas, dan ia telah menuntut Komisi Kemanusiaan Internasional untuk menyelidiki serangan itu. [IZ]