DENPASAR, (Panjimas.com) – Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Dr. Dadang Hermawan membantah tundingan ingin menggarap wisata desa syariah di Bali. Dalam diskusi bersama sejumlah LSM, tokoh lintas agama beserta sejumlah media massa di kediaman Ketua Yayasan Sandhi Murti, I Gusti Ngurah Harta di Renon, Denpasar.
Ketua Stikom Bali ini diberi kesempatan mengklarifikasi pernyataannya terkait pemberitaan beberapa harian cetak dan online. “Saya tidak ada bicara soal itu sebagaimana dalam pemberitaan. Saya tidak menyebut menggarap Desa Syariat. Saya hanya ingin berbuat sesuatu bagi masyarakat,” ucap Dadang usai Diskusi, Ahad (22/11) seperti dilansir balitribun.
Setelah mendapat masukan, Dadang berjanji akan mengusulkan untuk merubah program tersebut. Berdasarkan masukan yang diterima, pariwisata syariah tidak tepat di Bali dan akan memunculkan kesan ekslusifitas ajaran agama tertentu. “Kita akan hindari penggunaan simbul agama di Bali dan tidak lagi menggunakan kata syariat di Bali karena sangat sensitif. Kita hanya mengusulkan tapi tidak dalam posisi menolak. Apalagi tidak ada instruksi khusus yang menyampaikan bahwa Bali harus pariwisata syariat,” jelasnya.
Forum diskusi tersebut secara tegas menolak adanya pariwisata syariah di Bali. Bahkan dikhawatirkan kata syariat akan menjadi bumerang karena bisa dianggap menjadi Bom syariah. Salah satu peserta diskusi juga menyebutkan apabila pariwisata syariah diterapkan juga di Bali, apa bisa menarik bagi wisatawan?
“Keragaman perlu dipahami secara luas. Ini kita tolak usulan dari Menteri Pariwisata yang mempersempit pariwisata di Bali,” kata Hasan salah satu warga muslim di Bali seraya mengakui syariah itu “Bahasa Islam” dan sangat riskan. Bahkan di Islam pun, bahasa syariah itu masih diperdebatkan. Menurutnya biarlah Bali seperti ini.
Lain hanya dengan Adnyana dari Jaringan Hindu Nusantara yang mengaku sudah 25 tahun sebagai orang pariwisata di Bali, Dia meminta Bali dibiarkan berjalan seperti sekarang, jangan diotak-atik dengan ajaran agama. Disampaikan bahwa pariwisata syariah tidak bisa dijalankan di Bali.
“Seperti Warung Muslim, jangan didik seperti itu di Bali. Dibuat warung halal akan muncul warung haram. Ini sudah tidak tepat di Bali dan kita mohon ketenangan bagi semua umat beragama di Bali. Sebagai keyakinan diri pribadi silahkan, karena itu yang akan membawa kedamaian, bukan dengan syariat seperti itu,” tegasnya.
Ngurah Harta berharap setelah diskusi ini Bali tetap kondusif dan tidak terpancing karena Bali sedikit berbeda dengan daerah lain. Masyarakat Bali hanya ingin pluralisme tetap terjaga sesuai dengan jagat Bali, tanpa embel-embel agama. “Kita ingin fasilitasi agar pariwisata syariah ini tidak menjadi bola liar di masyarakat. Kita sebagai warga Bali bersama teman LSM menanggapi persoalan ini jangan sampai mengkristal dan menjadi kekuatan gerakan anarkis, sehingga perlu diklarifikasi dan sekarang sudah clear,” pungkasnya.