BAMOKO, (Panjimas.com) – Dua hari berselang setelah serangan di Hotel mewah Radisson Blu Jumat lalu [20/11/2015] di ibukota Mali, Bamako, ada banyak hal yang masih belum diketahui. Siapakah yang berada dibalik serangan itu?
Seperti diberitakan BBC News, Al-Qaeda in Islamic Maghreb [AQIM] dan cabangnya al-Murabitoun, keduanya mengatakan bahwa mereka berada dibalik serangan tetapi beberapa keraguan masih muncul.
Kebanyakan analis mengatakan veteran jihadist Aljazair Mokhtar Belmokhtar terlibat tetapi sampai sekarang, seperti diketahui bahwa pemimpin al-Murabitoun telah berpisah dari Al-Qaeda in Islamic Maghreb [AQIM].
Namun aliansi dari berbagai kelompok bersenjata yang beroperasi di padang pasir dari Mali utara dan Niger, Aljazair selatan dan Libya, mengalami dinamika yang terus berubah. .
Beberapa separatis Tuareg, sebagian dari mereka mendapatkan uang melalui perdagangan obat, orang dan senjata di gurun Sahara, sementara beberapa yang lain menawarkankan jasa mereka kepada penawar tertinggi.
Beberapa analis berkata bahwa peningkatan tekanan dari pasukan khusus Perancis yang telah dikerahkan ke Mali sejak tahun 2013 mungkin telah mendorong veteran jihadist Mokhtar Belmokhtar kembali bekerjasama dengan pihak al-Qaeda.
Berapa jumlah penyerang yang berada disana ?
Ini tidak jelas.
Para pejabat Mali mengatakan 2 pria bersenjata telah tewas.
Akan tetapi, Sementara beberapa mengatakan hanya ada 2 penyerang memasuki Hotel Radisson Blu, beberapa saksi yang lain mengatakan ada hingga 13 penyerang.
Pejabat Mali mengatakan mereka sedang mencari “setidaknya” 3 tersangka, meskipun mereka yang menjadi tersangka itu belum ditentukan apakah mereka diyakini turut ambil bagian dalam serangan hotel itu, atau diduga membantu merencanakan serangan itu.
Serangan itu tampaknya telah terencana dengan baik, seorang penjaga hotel mengatakan momen serangan tepat pada waktu akhir pergantian shift malam mereka dan mereka telah menempatkan senjata-senjata mereka disana.
Para penyerang melajukan sebuah kendaraan dengan plat nomor diplomatik, yang juga bukti mereka melakukan persiapan dengan hati-hati – dan mungkin juga bukti bahwa lebih dari hanya 2 orang yang dikerahkan untuk melakukan serangan pada target orang-orang penting itu.
Siapa penyerangnya ?
Penyelidik dari Prancis telah melakukan tes forensik pada tubuh orang-orang bersenjata itu namun sejauh ini, tidak ada informasi terkait yang telah dirilis.
Para pejabat mengatakan ini adalah untuk menghindar dari penyelidikan penuh kompromi ataupun mencurigakan.
Saksi menjelaskan 1 penyerang berkulit gelap dan 1 yang lain berkulit terang – biasanya perkara ini terkait dengan kelompok-kelompok jihadis yang berbasis di gurun Sahara.
Penyanyi Guinea terkenal Sekouba ‘Bambino’ Diabate, yang tinggal di hotel saat serangan terjadi, mengatakan bahwa ia mendengar penyerang berbicara dalam bahasa Inggris “dengan aksen Nigeria”.
Hal ini menimbulkan momok kekhawatiran bahwa kelompok militan Boko Haram Nigeria telah bekerja sama dengan para kelompok jihadis Afrika Barat lainnya.
Dan itu akan menjadi menarik jika telah dikonfirmasi bahwa beberapa penyerang berbahasa Inggris, bukan Perancis, Arab, atau bahasa Tamashek dari Tuareg, yang sebelumnya dikira demikian.
Apakah ada kaitannya dengan Serangan Paris ?
Hal ini dimungkinkan, tetapi tidak ada bukti kearah sana. Serangan Paris itu diduga dilakukan oleh militan yang terkait dengan Islamic State [IS]. Tetapi Perancis memiliki sekitar 1.000 tentara yang berbasis di Mali dan mempertahankan hubungan bisnis yang luas dengan bekas koloninya itu.
Beberapa tamu hotel bersembunyi di kamar mereka saat beberapa militan mengambil alih hotel.
Beberapa pemimpin jihad Mali telah mengancam untuk menyerang tempat-tempat yang terkait dengan kepentingan Perancis.
Ini, bagaimanapun, adalah serangan ke-3 di Mali tahun ini yang diklaim oleh al-Murabitoun.
Di samping kelompok-kelompok Islam lainnya, telah beroperasi di negara itu sejak tahun 2011, maka timing waktunya mungkin saja adalah kebetulan.
Operasi Penjagaan Perdamaian PBB di negara itu telah kehilangan lebih banyak personil dalam beberapa tahun terakhir daripada misi atau operasi semacamnya .
Siapa saja yang menjadi korban?
Sementara para pejabat Mali mengatakan 19 orang telah tewas, hingga kini diketahui 13 orang yang telah dikonfirmasi asal negarannya. Mereka adalah:
2 warga Belgia, termasuk Geoffrey Dieudonne, seorang pejabat di parlemen di wilayah Wallonia, Belgia.
3 warga China, Zhou Tianxiang , Wang Xuanshang dan Chang Xuehui yang diketahui adalah pejabat eksekutif dari perusahaan BUMN China Railway Construction Corp, sebagaimana dinyatakan dalam situs online perusahaan China tersebut.
1 warga Amerika Serikat, Anita Ashok Datar, berusia 41 tahun , berada di Mali bekerja pada proyek keluarga berencana [KB] dan HIV. Seperti diketahui Anita Ashok Datar Datar, adalah ibu dari seorang anak berusia 7 tahun, dia merupakan manajer senior di Palladium Group, sebuah organisasi pembangunan internasional.
6 warga Rusia tewas, seluruh karyawan maskapai penerbangan Volga-Dnepr, dikonfirmasi oleh pihak Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan resminya. Maskapai penerbangan Volga-Dnepr juga melaporkan bahwa 6 kru mereka adalah Stanislav Dumansky dan Pavel Kudryavtsev, keduanya adalah mekanik; Vladimir Kudryashov, seorang operator radio penerbangan; Konstantin Preobrazhensky, seorang insinyur penerbangan; Sergey Yurasov, manajer beban, dan Aleksandr Kononenko, seorang navigator.
1 Konsultan pendidikan Israel dan Eksekutif Shmuel Benalal, yang dilaporkan telah berada di Mali untuk bekerjasama dengan pemerintahan Mali.
Mereka semua adalah tamu asing yang menginap di hotel mewah Radisson Blu, yang populer sebagai tempat penginapan para bisnisman dan kru pesawat udara internasional.
Saksi mengatakan kedua penjaga keamanan Mali dan tentara telah tewas, tapi hal itu belum secara resmi dikonfirmasi.
Banyak dari mereka yang tewas dilaporkan telah ditembak saat mencoba melarikan diri di dalam lift.[IZ]