WASHINGTON, (Panjimas.com) – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meyakinkan Presiden AS Barack Obama pada hari Senin [9/11/2015] bahwa ia tetap berkomitmen untuk solusi dua-negara dalam konflik Israel-Palestina. Netanyuhu berusaha untuk memperbaiki hubungan tegang antara dia dan Obama, Partai Demokrat, setelah hadapi kekecewaanya atas diplomasi AS di Timur Tengah dan penyikapan atas kasus nuklir Iran.
Pertemuan dengan Obama ini adalah untuk pertama kalinya sejak penandatanganan kesepakatan nuklir Iran. Netanyahu mengatakan ia mendukung visi “dua negara untuk dua bangsa” [two states for two peoples] tetapi ia menyatakan bahwa setiap Negara Palestina harus dide-militerisasikan dan mengakui Israel sebagai tanah air orang-orang Yahudi, sebuah kondisi yang jelas Palestina telah menolaknya.
Menambal hubungannya dengan AS bisa membantu kelancaran jalan bagi paket baru bantuan militer AS selama 10-tahun kedepan, yang mana Obama telah mengatakan kepada Netanyahu bahwa ia ingin memulai proses negosiasi. Israel, sekutu utama Washington di Timur Tengah, mencari rekor bantuan tertinggi $ 5 milyar dollar setahun, dikutip dari pernyataan seorang sumber dari Kongres AS [Congressman].
Obama dan Netanyahu, yang keduanya memiliki sejarah hubungan saling “mudah tersinggung”, pada pertemuan Senin kemarin tidak menunjukkan tanda ketegangan, keduanya terlihat ramah dan lugas karena keduanya mengadakan tatap muka pembicaraan pertama dalam 13 bulan.
Pertemuan tersebut berupaya meredupkan gelombang berkelanjutan penusukan dan penembakan serangan Palestina-Israel. Obama telah menyimpulkan bahwa kesepakatan damai berada jauh di luar jangkauan selama 14 bulan terakhir jabatan kepresidenannya.
Obama mengutuk gelombang terbaru kekerasan Palestina kemudian malah mendukung hak Israel untuk mempertahankan diri, tetapi Obama mengatakan ingin mendengar ide-ide Netanyahu untuk menurunkan ketegangan dan “bagaimana kita dapat memastikan bahwa aspirasi sah Palestina terpenuhi.”
Solusi Dua Negara
Rekomitmen Netanyahu untuk solusi dua-negara, yang mana merupakan landasan sikap diplomasi AS pada konflik Israel-Palestina selama puluhan tahun, dapat memuaskan keinginan pemerintahan Obama bahwa ia memperjelas posisinya setelah ia muncul untuk melanggar janjinya untuk sepakat dengan solusi dua Negara selama kampanye pemilihan umum di Israel setelah ia berjuang keras di persaingan merebut kursi Perdana Menteri awal tahun ini
“Saya ingin membuat jelas bahwa kita belum menyerah terhadap harapan untuk perdamaian,” kata Netanyahu kepada wartawan pada awal pembicaraan dengan Obama.
Pembicaraan damai yang disponsori AS antara Israel dan Palestina runtuh pada tahun 2014. Letusan kekerasan antara kedua belah pihak bulan lalu telah membuat prioritas yang lebih mendesak untuk mengakhiri pertumpahan darah.
Pertemuan Obama-Netanyuhu, yang pertama kali antara kedua pemimpin dalam 13 bulan, secara luas dilihat sebagai upaya untuk bergerak melampaui ketegangan pasca diplomasi nuklir AS dengan Iran, dan perbedaan sikap keduanya atas bagaimana untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Meskipun Obama dan Netanyahu berusaha mengecilkan perbedaan pandangan diantara mereka, tidak ada yang diharapkan bahwa kedua pemimpin akan memiliki banyak keberhasilan dalam mengatasi hubungan pribadi keduanya yang buruk. Momen terburuk publik mereka adalah pertemuan tahun 2011 di Oval Office ketika Netanyahu menceramahi Obama soal penderitaan orang Yahudi selama berabad-abad.
Kali ini, keduanya tidak ingin adanya ketegangan diplomatik. Netanyahu membungkuk mendengarkan dengan penuh perhatian saat Obama berbicara, kadang-kadang mengangguk. Obama, kakinya disilangkan, kadang-kadang memeluk dagunya di satu tangan. Kedua saling tersenyum di kali dan berjabat tangan dua kali saat sesi pemotretan.
Beberapa pembantu di pemerintahn Obama percaya, bagaimanapun, bahwa di luar berupaya memperkuat kerjasama keamanan, Netanyahu sedang menunggu bentangan akhir kepresidenan Obama, berharap untuk agar Presiden AS selanjutnya menerima untuk pendekatan garis kerasnya itu dan menolak solusi dua Negara.
Seperti diketahui bahwa AS akan melaksanakan pemilu presiden baru di November 2016.
Bantuan Militer
Pertemuan ini dipandang sebagai langkah penting dalam negosiasi untuk pakta baru bantuan pertahanan 10-tahun AS kepada Israel, yang dapat membantu mengkilapkan kepercayaan keamanan faksi sayap kanan Perdana Menteri itu, ketika ia disambut dengan konflik kekerasan di tanah Palestina.
Israel telah menerima $ 3,1 milyar dollar dari Amerika Serikat sebelumnya setiap tahun dan ingin bantuan lebih sejumlah $ 5 milyar dollar per tahun untuk paket berikutnya, sehingga total $ 50 milyar dollar bantuan selama 10 tahun, kata para pejabat Kongres AS, dilansir Reuters. Seorang pejabat AS meramalkan kedua belah pihak akan puas untuk jumlah tahunan sebesar $ 4 milyar sampai $ 5 milyar dollar.
Dukungan nyata Obama untuk keamanan Israel bisa membantu menangkis tuduhan dari calon Presiden Partai Republik bahwa ia dan setiap penerusnya nanti dari Partai Demokrat kurang pro-Israel.
“Keamanan Israel adalah salah satu prioritas kebijakan luar negeri saya, dan hal itu telah dinyatakan dirinya tidak hanya dalam kata-kata, tetapi dalam perbuatan,” kata Obama.
Netanyahu berterima kasih kepada Obama untuk komitmen itu.
Sengketa kesepakatan dengan Iran yang dicapai pada bulan Juli lalu dengan 6 kekuatan dunia [P5+1 Countries] yakni China, Perancis, Russia, Inggris, dan Amerika Serikat serta Jerman, yang telah menyerukan pembatasan pada program nuklir Iran dengan imbalan sanksi, telah mendorong hubungan tegang antara kedua pemimpin AS-Israel itu.
Obama menolak kunjungan Netanyahu Maret lalu ketika pemimpin Israel itu hadir menerima undangan dari pemimpin Partai Republik, tanpa konsultasi sebelumnya dengan Gedung Putih, dan memberikan kesempatan baginya untuk berpidato di Kongres di mana ia mengecam keras negosiasi Obama dengan Iran.
“Bukan rahasia bahwa perdana menteri dan saya telah mengalami perselisihan yang kuat pada isu ini, tapi kami tidak memiliki ketidaksepakatan pada kebutuhan untuk memastikan bahwa Iran tidak mendapatkan senjata nuklir,” kata Obama.
Sekarang bahwa Netanyahu telah kehilangan perjuangannya melawan kesepakatan Iran, ia dan Obama muncul bertekad untuk mencoba menempatkan hubungan secara stabil.
Pada saat yang sama, Netanyahu berusaha untuk menggunakan kunjungannya untuk menambal hubungan dengan beberapa petinggi Partai Demokrat, yang merasa perjuangannya melawan kesepakatan Iran merusak konsensus bipartisan di Kongres menganai keamanan Israel, dan menyembuhkan keretakan dengan segmen liberal dari komunitas Yahudi-Amerika. [IZ]