JAKARTA, (Panjimas.com) – Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS) untuk bertemu Presiden Barack Obama belum lama ini. Namun, kini muncul kabar tidak sedap terkait pertemuan tersebut. Hal itu terkait dengan peran di balik layar konsultan public relation (PR) Singapura yang membayar 80 ribu dolar AS atau sekitar Rp 1,08 miliar kepada sebuah broker atau pihak ketiga. Dilansir republika.
Pihak ketiga itu memfasilitasi pertemuan kedua presiden tersebut. Dengan jasa broker, Jokowi akhirnya bisa bertemu Obama di Gedung Putih.
Dilansir dari bisnis. R&R Partners menyatakan hal tersebut dalam keterbukaan informasinya pada Unit Registrasi Agen-agen Asing pada Divisi Keamanan Nasional Kementerian Kehakiman AS dengan Nomor Registrasi 6229. Keterbukaan informasi itu diterima Kementerian Kehakiman AS pada pukul 06:04:15 PM tanggal 17 Juni 2015.
Pada halaman 2 poin 9 dokumen keterbukaan informasi itu, R&R Partners menyatakan bahwa pihaknya adalah subkontraktor atas order atau kontrak yang diperoleh Pereira International dari Pemerintah Indonesia. Berikut pernyataan R&R Partners:
“Foreign Principal (Pereira International) is retained as a consultant by the executive branch of the Indonesian government. In turn, Foreign Principal has retained Registrant (R&R Partners) as a subcontractor to provide services through the Foreign Principal to the foreign government in the United States. Registrant’s primary communications and direction come from Foreign Principal.”
R&R Partners menegaskan kembali hubungan konsultan-klien antara Pereira International dan Pemerintah Indonesia tersebut pada halaman 4 poin 8. Berikut pernyataan R&R Partners:
“Registrant (R&R Partners) will provide consulting and lobbying services to foreign principal (Pereira International) as relates to foreign principal’s client, the Republic of Indonesia”
Dalam keterbukaan informasi setebal 16 halaman itu, R&R Partners juga melampirkan kontraknya dengan Pereira Internasional. Kontrak itu diteken pada 8 Juni 2015, oleh Derwin Pereira selaku CEO Pereira International PTE LTD dan President R&R Partners Sean Tonner.
Dokumen ini dapat diakses di https://www.fara.gov/docs/6229-Exhibit-AB-20150617-3.pdf Dokumen itu pula yang antara lain jadi bahan Dr. Michael Buehler, dosen ilmu politik Asia Tenggara pada School of Oriental and African Studies-London, pada artikel yang dirilis Jumat (6/11) https://asiapacific.anu.edu.au/newmandala/2015/11/06/waiting-in-the-white-house-lobby/
Pada hari yang sama, artikel itu kemudian diberitakan secara luas oleh pers di Indonesia. https://kabar24.bisnis.com/read/20151106/19/489818/skandal-diplomasi-orang-singapura-ini-membayar-us80.000-agar-presiden-jokowi-mendapatkan-akses-ke-gedung-putih)
Di Jakarta, sepanjang Sabtu (7/11) sejumlah pejabat yang terkait dengan persoalan ini ramai-ramai mengeluarkan bantahan atas informasi tentang adanya kerja sama antara Pemerintah RI, Pereira, dan R&R Partners dalam upaya Presiden Jokowi mengakses Gedung Putih.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi misalnya, membantah pihaknya telah bekerja sama dengan pelobi asing, dalam hal ini Pereira International, terkait kunjungan Presiden Joko Widodo ke AS. Retno juga menuding isu yang diangkat Buehler dalam artikelnya di situs New Mandala itu tidak berdasar dan sebagian fiktif.
Bantahan senada juga disampaikan Menko Polhukkam Luhut Pandjaitan. Namun, Luhut tidak secara tegas menyatakan bahwa Pemerintah RI tidak bekerja sama dengan Pereira dalam hal lobi di Amerika. “Pisahkan antara lobi dengan kunjungan kerja Presiden. Kunker sudah diatur sejak awal,” katanya.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan Kantor Kepresidenan tidak memiliki anggaran untuk membiayai organisasi pelobi. “Pemerintah tidak pernah melaksanakan lobi seperti itu. Pemerintah Indonesia, ya, saya tegaskan, artinya secara resminya itu tidak,” katanya.
Sayang, Kalla tidak menjelaskan adakah organisasi pelobi yang ditunjuk secara ‘tidak resmi’. Pasalnya, resmi atau tidak resmi, penunjukan tersebut, misalnya dalam hal ini Pereira International, tetap saja memakan biaya, dan itu berasal dari uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Baik Luhut maupun Kalla pernah diwawancarai secara eksklusif oleh Derwin Pereira, saat warga negara Singapura itu masih sebagai wartawan Straits Times yang bertugas di Jakarta dan kemudian Washington. Luhut juga dikenal dekat dengan Pereira. Namun, belum ada bukti bahwa Luhut-lah yang memberi order Pereira.
Yang pasti, meski Menlu Retno, Menko Luhut, dan Wapres Kalla sama-sama membantah adanya kerja sama antara Pemerintah RI dan Pereira International, tak satu pun di antara para pejabat itu, termasuk Presiden Jokowi, yang menyatakan akan menuntut Pereira International dan R&R Partners secara hukum.
Padahal, Pereira International bersama-sama R&R Partners telah jelas-jelas mengaku membawa order dari dan sekaligus atas nama Pemerintah RI, sebagaimana dinyatakan secara terang benderang dalam keterbukaan informasi R&R Partners kepada Kementerian Kehakiman AS.