BALIKPAPAN, (Panjimas.com) – Bangsa ini menjadi tamu di negeri sendiri tapi pihak Asing-Aseng yang sejatinya tamu kenapa justru menjadi tuan rumah di negeri ini.
Demikian disampaikan Direktur BMT Sidogiri KH Abdul Madjid saat menjadi pembicara dalam Dialog II Peradaban dengan tema “Membangun Kekuatan Ekonomi Umat” di Masjid ar-Riyadh Pesantren Hidayatullah Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (7/11/2015).
Berawal dari persoalan itu, kyai Madjid pun memaparkan langkah-langkah bagaimana bisa menggerakan potensi bisnis umat Islam di negeri ini. Ia menceritakan latarbelakang bagaimana berdirinya BMT Sidogiri.
“Sebetulnya di Sidogiri, awalnya tiada lain kami punya kepedulian terhadap lingkungan sebagaimana akibat yang dilakukan pedagang berada di sekitar pesantren Sidogiri,” kata kyai Madjid.
Di mana, kata Madjid, mereka para pedagang mengambil uang (modal,red) dari para rentenir dan setelah dikaji ternyata uang dari pinjaman rentenir tersebut berdampak pada perilaku kehidupan sehari-hari.
“Siapa saja yang makanannya ada unsur haram maka mau nggak mau anggota badannya mengarah kepada maksiat, begitu juga sebaliknya kalau yang dimakan adalah halal maka semua anggota badan mengarah kepada kebaikan” kata kyai Madjid mengutip sebuah hadist.
Ketika itu, kyai Madjid mengungkapkan, kalau perilaku santri nakal dan banyak yang tidak taat bahkan pesantren sempat hendak mengeluarkan semua santri. Namun, akhirnya muncul solusi lain yaitu semua wali santri diminta supaya mengirim uang untuk putra putrinya dari rezeki yang memang benar-benar halal.
“Setelah itu, ternyata masih tetap ada santri yang bandel. Ternyata warung di sekitar Sidogiri masih ambil uang dari para rentenir,” kata Madjid.
Akhirnya dari peristiwa tersebut, lanjut Madjid, uang pesantren dibuat untuk memberikan pinjaman kepada warga di sekitar pesantren Sidogiri. Ia pun menyarankan kepada warga supaya tidak meminjam kepada rentenir lagi.
“Alhamdulillah, semenjak diberlakukan itu, perubahan perilaku santri luar biasa, seperti taat dan mudah diatur, tertib. Dan setelah itu ternyata warga merasa nyaman pinjam ke Sidogiri karena tidak ada bunga dan diakhir tahun ada tabungannya,” ungkap Madjid.
Pada akhirnya pesantren dapat konsep BMT, meskipun awal-awalnya tidak menerimanya secara mentah-mentah namun menelaahnya sesuai dengan Mahdzabul Arba’ah.
“Bismillah, kita mulai mendirikan BMT di Wanorejo dengan modal sebesar 13,5 juta dengan mengambil momen bulan Rabiul Awal (momen kelahiran Rasulullah) yaitu berharap bangkitnya revolusioner dalam muamallah,” kata Madjid.
“Alhamdulillah, asetnya sekarang ini sekitar 300 miliyar,” imbuh Madjid.
Dan pada tahun 2000-an pesantren Sidogiri mendirikan BMT UGT dengan modal 141 juta yang saat ini asetnya mencapai 1 triliun 700 miliyar dengan 275 kantor di 10 provinsi.
“Kami mendirikan juga Asuransi Jiwa Syariah karena selama ini konotasi asuransi bukan untuk orang jelata tetapi jelita. Padahal semua usaha itu dicover oleh asuransi,” kata Madjid.
Upaya itu semua, lanjut Madjid, bisa dilakukan karena pesantren Sidogiri menggandeng orang-orang profesional sebab sebenarnya potensi umat Islam sendiri besar sekali.
“Selain peduli terhadap lingkungan, langkah berikutnya niatkan usaha itu untuk mencari bekal ibadah kepada Allah Shalallahu Alaihi Wa Salam, dan bukan memperkaya diri.”
Langkah selanjutnya, kata Madjid, jadikan ajang bisnis itu untuk ajang bersilaturahim dan lakukan bisnis itu dengan sistem ekonomi syariah.
“Saya yakin insyaAllah arahnya lurus dan Allah akan membantu,” demikian tandas Madjid.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya tanggal 7 hingga 10 November 2015 mendatang Hidayatullah menggelar Munas Ke-4 di Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, Kalimantan Timur.