JAKARTA, (Panjimas.com) – Pelarangan pembangunan masjid di Kampung Andai, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, disesalkan oleh Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid.
“Saya dapat info dari jaringan kami di Papua, ada surat Bupati Manokwari Nomor 450/456 yang ditujukan kepada panitia pembangunan masjid di Andai Distrik Manokwari Selatan agar menghentikan pembangunan masjid dengan alasan rawan menimbulkan konflik. Surat itu tertanggal 1 November 2015,” ujar Nusron di Jakarta, Rabu (4/11). Seperti dilansir Suara Islam.
Menurut dia, jika surat Bupati Manokwari Nomor 450/456 itu benar adanya, maka jelas bahwa hal itu masuk katagori kebijakan yang mendukung dan melegitimasi praktik intoleran karena alasan yang disampaikan dalam surat itu klise dan mengada-ada yang nyata-nyata mengangkangi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Artinya, landasan surat tersebut masih menggunakan logika mayoritas dan minoritas.
“Kita itu NKRI, acuan aturannya adalah UUD 1945 dan nilai-nilai Pancasila. Kan jelas dalam konstitusi kita, di UUD 1945 bahwa masalah agama dan menjalankan ibadah itu dijamin bagi setiap warga negara,” katanya.
Nusron mengatakan, kalau memang Pemda Manokwari mengklaim bahwa pemerintah tidak melarang pembangunan tempat-tempat ibadah, dan juga menyadari bahwa negara ini dibangun di atas kemajemukan yang berlandaskan Pancasila, harusnya surat pemberhentian pembangunan masjid tersebut tidak pernah ada.
Ketua PBNU ini menegaskan, argumentasi Bupati Manokwari bahwa pembangunan tempat ibadah tersebut harus mengikuti aturan yang berlaku, menghargai kearifan lokal dan karekteristik daerah tersebut, sehingga tidak menimbulkan gejolak yang berdampak pada timbulnya konflik antar-umat beragama justru menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak hadir dalam menjamin keberagaman di daerah yang dipimpinnya.
“Kalau memang konsisten dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Kebhinekaan, maka tidak perlu ada surat pemberhentian pembangunan masjid di Manokwari. Karena di NKRI ini tidak ada apa itu yang namanya kota Injil maupun kota Alquran. Yang ada, semua daerah adalah Indonesia,” tegasnya.
Makanya, demi tegaknya Pancasila, UUD 1945, dan juga menjaga NKRI, Ansor selalu menekankan bahwa keberagaman dan beribadah adalah hak yang harus dijamin keamanannnya oleh negara.
Untuk itu pula, GP Ansor selalu berada di garda terdepan untuk menentang setiap kali ada praktik intoleransi, baik itu di daerah yang mayoritas Kristiani seperti di Papua, maupun di daerah yang mayoritas Islam seperti di Aceh dan daerah lain di Indonesia.
“Tidak hanya mengecam praktik intoleransi seperti terjadi di Manokwari, kami juga mengecam pembakaran gereja di Aceh. Bahkan, kita juga selalu ikut bersama-sama menjaga umat minoritas untuk bisa menjalankan ibadah dengan aman. Banser itu rutin menjaga gereja setiap Natal,” tuturnya.
Sebelumnya, ribuan umat Kristiani di Manokwari, Papua Barat pada Kamis (29/10) menggelar aksi unjuk rasa. Tuntutan mereka adalah meminta Pemerintah Kabupaten Manokwari tidak mengeluarkan izin pembangunan masjid dan aktivitas lainnya di Distrik Andai, Kecamatan Manokwari Selatan.
Mereka beralasan Manokwari merupakan tanah Injili sehingga tak semestinya ada masjid berdiri. Bahkan, massa yang sama juga mendesak DPRD segera menuntaskan rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang Manokwari sebagai Kota Injil.
Sementara itu protes keras juga datang dari Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr H Dadang Kahmad, Ia mengatakan, Indonesia bukanlah negara Kristen atau negara Islam. Karena Indonesia adalah negara bersama yang bersifat multikultural.
Pakar sosilogi agama ini mengaku heran dengan sikap segelintir warga Manokwari tersebut. Karena saat ini sudah ada peraturan bersama Menteri Agama RI, Menteri Dalam Negeri dan sejumlah ulama mengenai aturan pembangunan masjid. Sehingga menurut dia jika sudah memenuhi aturan tersebut, semua agama sah-sah saja untuk membangun rumah ibadahnya.