JAKARTA (Panjimas.com) – Peneliti Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Mustofa B Nahrawardaya, menyayangkan sikap Polri yang diskriminatif dan penanggulangan terorisme.
Hal ini disampaikan Mustofa, terkait kasus bom Mall Alam Sutera yang menyeret pemuda beragama Kristen Katolik dan keturunan Tionghoa, Leopard Wisnu Kumala (29).
“Menurut saya ini diskriminasi, selama ini penanganan terorisme selalu tegas kemudian selalu mengaitkan dengan pemeluk agama Islam,” kata Mustofa Nahrawardaya saat dihubungi Panjimas.com, Sabtu (31/10/2015).
Ia tak mengerti, mengapa Polri bisa bersikap demikian. Padahal, selama ini Polri dengan jajaran Densus 88 dikenal tegas menangani kasus terorisme.
“Kalau yang sekarang ini saya tidak tahu, apakah karena pelakunya non muslim kemudian perlakuannya menjadi berbeda,” ujarnya.
Namun, menurut Mustofa, pihak Polri sepertinya belum satu suara untuk menindak Leopard, apakah akan dijerat dengan Undang Undang Terorisme atau kriminal murni.
“Tetapi hingga saat ini terjadi perdebatan seru, baik itu Kapolda maupun Kapolri mereka itu tampaknya mereka belum satu suara, yaitu soal memastikan apakah ini terorisme atau pidana Murni. Sampai saat ini belum ada kata sepakat; Kapolda mengatakan ini terorisme yang dilakukan secara pribadi atau sendiri, tapi Kapolri mengatakan ini bukan terorisme dan kemarin Karopenmas, Agus Riyanto juga mengatakan ini bukan terorisme. Tapi Kapolda Metro Jaya yang mantan Kadensus itu mengatakan ini terorisme karena sudah mengakibatkan ketakutan massal,” jelasnya.
Ia menambahkan, sikap Kapolri, Jenderal Badrodin Haiti beberapa waktu lalu yang menepis adanya unsur tindak pidana terorisme pada bom Mall Alam Sutera, lantaran tak ada jaringan, adalah alibi yang ngawur.
“Jaringan itu berasal dari sel, nah sekarang kasus ini sebenarnya sudah lebih dari sel. Maksudnya, jaringan itu terbentuk dari seseorang, kemudian nanti ketemu dua orang, tiga orang dan seterusnya. Jadi kalau bicara jaringan, ya jaringan itu terbentuk dari orang per orang , lha ini mulai selnya dari sini, dari saudara Leopard itu, jelas itulah jaringan pertama, jaringan baru. Tidak mungkin langsung terbentuk dan ditemukan jaringan internasional, itu alibi yang ngawur menurut saya,” tegasnya.
Untuk itu, Mustofa pun mendesak, aparat kepolisian tak ragu-ragu melakukan proses hukum dan menjerat bomber Mall Alam Sutera dengan Undang Undang Terorisme.
“Semua yang masuk dalam Undang Undang Terorisme Tahun 2003 itu masukkan saja sebagai teroris, apakah kalau dia Cina tidak boleh jadi teroris, apakah kalau dia Katolik tidak boleh jadi teroris. Faktanya sekarang dia jelas Cina dan Katolik,” tandasnya. [AW]