MOSCOW, (Panjimas.com) – Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, hari Selasa (27/10/2015), bahwa seorang tentara mereka, yang berumur 19 tahun, meninggal di Suriah, tentara ini merupakan korban Rusia pertama dalam konflik, akan tetapi Rusia bersikeras mengatakan bahwa ia (Vadim Kostenko) telah membunuh dirinya sendiri.
Diberitakan moscowtimes. Kematian Vadim Kostenko terjadi pada hari Sabtu (24/10/2015), ia merupakan seorang tentara kontrak dan teknisi Angkatan Udara Rusia. Ini merupakan berita buruk pertama untuk pemerintah Rusia sejak penyebaran sekitar 2.000 personil tentara dan 50 pesawat yang mulai mengebom wilayah Negara Islam (IS) dan kelompok-kelompok mujahidin lain di Suriah, pada 30 September.
Kabar kematian, Vadim Kostenko, diungkap oleh Conflict Intelligence Team, sebuah grup aktivis yang didirikan oleh blogger, Ruslan Leviyev. Conflict Intelligence Team mengunggah pesan di media sosial dan foto yang menggambarkan seorang remaja kurus dengan kepala dicukur dan sedang tersenyum lebar, kemudian grup ini menyerukan penyelidikan serta investigasi lebih lanjut atas kematiannya.
Mereka, Conflict Intelligence Team, juga mengutip sebuah unggahan di media sosial tentang sembilan korban militer Rusia lainnya di Suriah, yang mereka sendiri tak mampu untuk mengkonfirmasi, dan sebuah tweet (postingan dari twitter) berasal dari Suriah yang belum diverifikasi, tentang asap mengepul dari pangkalan udara Rusia pada 23 Oktober, sehari sebelum Vadim Kostenko dikabarkan meninggal.
Dalam sebuah pernyataan kepada kantor berita TASS, Kementerian Pertahanan Rusia menegaskan bahwa Kostenko telah meninggal di Hmeimim, pangkalan udara di Latakia, Suriah, namun mengatakan ia telah membunuh dirinya sendiri saat ia sedang tidak bertugas setelah bertengkar dengan pacarnya.
Diwawancarai oleh Reuters, orang tua Kostenko mengatakan mereka tidak percaya bahwa anak mereka telah gantung diri, dan bahwa anak mereka terdengar sedang gembira selama panggilan telepon pada hari Sabtu [24/10/2015].
Kementerian Pertahanan tidak menanggapi permintaan dan tidak ingin untuk berkomentar. Analis militer mengatakan hari Selasa bahwa kematian seorang prajurit pada penyebaran pasukan adalah kejadian normal, dan pakar politik bersikeras bahwa jatuhnya korban tidak akan memperlambat nafsu raksasa militer Rusia. Jika ada, mereka mengatakan, itu akan memprovokasi hal sebaliknya.
Jadi, pemberitaan media sangatlah efektif dalam mengagungkan serangan udara Rusia, bahwa jika Kostenko telah tewas dalam pertempuran, ia bisa dengan mudah menjadi “pahlawan pertama Suriah,” (bagi Rusia) kata Alexei Malashenko, seorang sarjana yang bertempat tinggal di Carnegie Moscow Center.
Intervensi media pemerintah dalam konteks cara pemberitaan media yang jingoistik (mengemborkan cinta tanah air berlebihan dan budaya suka perang), telah meggerakkan serta menyatukan warga Rusia di balik kampanye dalam mengangkat rating Presiden Vladimir Putin ke arah persetujuan tertinggi hampir sekitar 90 persen.
Namun sejauh ini serangan-serangan tidak memakan korban bagi pihak Rusia. Laporan tentang tentara Rusia yang tewas baik di Suriah maupun di bagian timur Ukraina, di mana Moskow diduga memiliki tentara yang dikerahkan tahun lalu, selalu tidak diakui dan disangkal.
Malashenko mengatakan upaya para aktivis dalam melakukan penyelidikan akan memiliki dampak kecil pada opini publik. Massa terpaku oleh kebangkitan Rusia di panggung global, katanya, dan tanggapan mereka terhadap para penentang, misalnya: “Mereka (aktivis Conflict Intelligence Team) tidak mengerti bahwa Rusia adalah kekuatan besar, dan kita tidak dapat menghindari pengorbanan untuk melindungi diri dan dunia.”
Konflik di Suriah dan Ukraina telah dibingkai oleh media mainstream Rusia sebagai pertarungan antara pihak baik versus jahat [good versus evil], dengan Putin berjuang melawan Amerika yang jahat dan teroris brutal. Aksi militer juga berpadu secara sempurna dengan jiwa Rusia, yang mana siap untuk berkorban, kata Dmitry Oreshkin, seorang analis politik.
“Untuk Rusia, untuk bangkit dari lututmu berarti meretakkan wajah seseorang,” katanya, dan hilangnya beberapa prajurit sebagai hasilnya, itu setimpal.
Conflict Intelligence Team mengumpulkan bukti-bukti dari halaman media sosial yang menunjukkan kurangnya rasa sakit hati mendalam atas kematian Vadim Kostenko, yang mendaftar sebagai tentara kontrak pada bulan Juni setelah menyelesaikan pelatihan wajib militer dan dikirim ke Suriah pada bulan September, menurut Conflict Intelligence Team[CIT]. Kostenko bertugas sebagai teknisi di Resimen Close Air Support [CAS] 906th, berbasis di dekat rumahnya di wilayah Krasnodar, di Rusia bagian selatan, kata CIT.
Pesan-pesan dari teman-teman Kostenko di media VKontakte, media sosial seperti Facebook namun versi Rusia, baca: “Dia meninggal saat memenuhi tugas militer,” “Saudaraku, kita tidak akan pernah melupakanmu,” dan “Kami mengingatmu. Kami mencintaimu. Kami berduka cita atas dirimu. ”
Media milik pemerintah Rusia yang tayang pada pukul enam sore, Channel One mengabaikan insiden itu. Dengan mengusung berita utama tentang petinju Amerika, Roy Jones Jr, yang telah menerima paspor Rusia.
Oreshkin menyebut kematian Kostenko versi kementerian sebagai bunuh diri adalah “pilihan netral.”
Bahkan skenario terburuk di Suriah, seperti jatuhnya helikopter atau pemenggalan terhadap prajurit Rusia oleh mujahidin Islamic State, tidak akan mengguncang dukungan publik, kata Malashenko. Itu hanya akan memperkuat propaganda “perjuangan melawan orang barbar.”
Putin telah berulang kali menunjukkan bahwa ia tidak akan membalikkan kebijakan atas kerugian manusia.
Kelompok milisi dari Kaukasus Utara, Rusia melancarkan serangan besar-besaran terhadap warga sipil Rusia beberapa kali selama dekade pertama Putin berkuasa, menuntut Moskow menarik pasukan dari Chechnya, tapi setiap kali tidak berhasil.
Satu-satunya hal yang bisa memaksa Kremlin untuk berpikir lagi tentang menggunakan kekuatan adalah ganjalan soal meningkatnya kerugian dari pesawat dan pasukan yang kalah dan, “rasa kegagalan yang terus-menerus dan berpanjangan,” menurut Oreshkin. [IZ]