ACEH SINGKIL (Panjimas.com) – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Singkil dari Fraksi PAN, Yulihardin mengungkapkan, kondisi di Aceh Singkil berbeda dengan Tolikara, Papua.
Di Tolikara, ada Peraturan Daerah (Perda) intoleran yang sangat mengekang kebebasan beragama umat Islam. Hal itu sebagaimana temuan Komnas HAM yang mengungkap tiga poin penting isi Perda yang dinilai melanggar kebebasan beragama bagi umat, yaitu; dilarang menggunakan jilbab di tempat umum, rumah ibadah (masjid) dilarang menggunakan pengeras suara dan tidak boleh melakukan aktivitas perekonomian pada hari Minggu saat ibadah gereja berlangsung. (Baca: Astaghfirullah, Temuan Komnas HAM: Perda Intoleran di Tolikara Larang Muslimah Berjilbab)
Berbanding terbalik dengan Aceh Singkil, para penganut Kristen di bumi Serambi Mekah justru bisa bebas beribadah dengan tenang.
“Tolikara dengan Singkil itu berbeda, kalau di sana itu kaum Muslimin benar-benar dibatasi sekali, bahkan tidak diberikan ruang soal rumah ibadah,” kata Yulihardin saat ditemui di Kota Aceh Singkil, pada Jum’at (16/10/2015).
Bahkan, dengan semangat toleransi yang tinggi, masyarakat Aceh Singkil sangat berbaik hati memberikan 1 gereja besar dan 4 undung undung berdiri, tanpa harus menempuh perizinan.
“Kalau kita di sini tidak seperti itu, kita berikan 1 gereja besar dan 4 undung undung dan kalau kita lihat itu masih bisa menampung jemaat yang ada di sini,” ujarnya.
Yulihardin menambahkan, salah satu faktor maraknya gereja liar, ternyata masing-masing sekte Kristen menginginkan berdirinya gereja. Tidak seperti Umat Islam yang bisa beribadah di satu masjid.
“Menurut penulusuran, di sini ada beberapa sekte Kristen, sehingga masing-masing mereka tidak bisa ke gereja lain. Ini yang membuat gereja semakin banyak,” ujarnya.
Meski demikian, tidak ada satu pun Perda di Aceh Singkil yang melarang pendirian rumah ibadah.
“Kita tetap memberikan ruang bagi mereka, kita akomodir, bukan kita tutup sama sekali. Jadi kalau mereka mau mendirikan rumah ibadah kita atur, jadi tidak seenaknya mendirikan rumah ibadah, masjid pun seperti itu juga,” jelasnya.
Namun, kebaikan hati masyarakat Muslim Aceh Singkil justru dikhianati dengan maraknya gereja liar.
“Selama ini mereka mendirikan bangunan tanpa izin,” tandasnya. [AW]