JAKARTA (Panjimas.com) – Senin (27/10/2015) siang, Pengadilan Negeri Jakarta Barat kembali menggelar persidangan Ustadz Muhammad Basri. Ustadz Basri selaku terdakwa siang itu terlihat tampak sehat.
Sidang lanjutan yang digelar PN Jakarta Barat, sudah sampai pada agenda pembacaan eksepsi dari pihak penasihat hukum.
Dalam pembacaan eksepsinya, pihak Penasihat Hukum dalam hal ini Tim Pengacara Muslim (TPM), mengatakan, bahwa dakwaan yang didakwakan oleh pihak Jaksa Penuntut Umum tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap dalam menguraikan unsur-unsur pasal yang didakwakan.
Ustad Basri, sebelumnya dituduh melakukan tindak pidana terorisme berkaitan dengan rencana pembunuhan Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, seperti yang dikatakan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya.
Tidak hanya itu, Ustadz Basri juga dituduh sebagai simpatisan ISIS oleh pihak Jaksa Penuntut Umum. Hal ini dikaitkan dengan pemberangkatan 2 anaknya ke Suriah.
Hal-hal itulah yang menyebabkan Ustadz Basri dianggap pelaku terorisme, karena kedua hal tersebut dikaitkan dengan Undang-undang Terorisme.
Menanggapi tuduhan JPU, kuasa hukum Ustadz Basri dari TPM menampiknya. Sebab selama ini Ustadz Basri hanya beraktifitas sebagai pengasuh pondok pesantren.
“Karena kaitannya dengan undang-undang terorisme. Beliau dianggap sebagai pelaku terorisme. Itu yang kita tidak sepaham. Bahwa yang nyata itu adalah dia hanya tokoh pondok.” ujar Ahmad Michdan selaku Penasihat Hukum Ustad Basri di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (27/10/2015).
Memang pada kenyataannya, kaum Muslimin di Makassar yang mengenal Ustadz Basri pun mengetahui, bahwa ia hanyalah seorang tokoh pondok.
Lebih lanjut, Ahmad Michdan mengatakan, dakwaan terhadap Ustadz Basri yang mengaitkan dengan ISIS juga tidak benar.
Pasalnya, kepergian kedua anak Ustadz Basri adalah sesuai dengan hak asasi manusia untuk memilih tempat tinggal dan kewarganegaraan.
“Kita tidak sependapat bahwa dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme. Karena keinginan imigrasi anaknya ke Suriah adalah hak asasinya. Apalagi pada saat itu belum ada resolusi PBB. Jadi, hal itu belum bisa dianggap sebagai suatu kegiatan terorisme,” imbuhnya.
Persidangan Ustadz Basri akan dilanjutkan pada Selasa pekan depan di PN Jakarta Barat. [AW/Iyan]