SUKOHARJO, (Panjimas.com) – Jika sebuah kenyakinan itu dikhawatirkan akan meresahkan dan juga mengganggu keamanan maka pemerintah berhak untuk melarang dari keyakinan tersebut untuk tidak melaksanakan kegiatannya.
Penjelasan itulah yang disampaikan oleh Dr Aidul Fitriciada Azhari di ruang kerjanya Gedung Pasca Sarjana UMS Sukoharjo Selasa (27/10/2015).
Hal itu disampaikan saat diminta menjelasakan dari aspek hukum terkait sikap Walikota Bogor Bima Arya yang mengeluarkan sebuah keputusan yang melarang kegiatan Asyura beberapa waktu yang lalu.
Dalam UUD 1945 pasal 28 J ayat 2 disitu disebutkan bahwa untuk mempertimbangkan aspek keamanan maka kepala daerah diperbolehkan melakukan pembatasan dengan dasar pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
“Terkait Bima Arya dalam hal ini alasan pertimbangan moral, agama dan kemananlah yang menjadi dasar dikeluarkannya Surat Edaran tersebut. Dan itu sah secara konstitusi.” Ujar pakar Hukum Tata Negara tersebut.
Yang menjadi persoalan adalah syiah itu menganggap dirinya Islam dan anehnya sebagian ormas Islam masih menganggap demikian, ini yang menjadi persoalan tersendiri. Jika semua ormas Islam di Indonesia sepakat bahwa syiah bukan Islam maka negara lebih mudah dalam menindak terkait kesesatan syiah.
Terkait adanya oknum pejabat bahkan intansi seperti Komnas HAM yang menyudutkan Bima Arya, Dr Aidul berpendapat bahwa hal tersebut tidak memahami konsitusi. Sebab, bagaimanapun juga seorang kepala daerah (walikota.red) berhak menjaga daerahnya dari keresahan masyarakat sehingga terjadi kondusifitas.