ACEH SINGKIL (Panjimas.com) – Tengku Jamaludin, salah seorang Dai Perbatasan yang ditugaskan oleh pemerintah Aceh, mengeluhkan tentang penyakit masyarakat (Pekat) di Kabupaten Aceh Singkil.
Menurut Tengku Jamaludin, salah satu bentuk Pekat adalah maraknya minuman keras (Miras). Ia mengatakan bahwa ajaran Kristen telah membolehkan Miras.
“Ajaran Kristen itu membolehkan minuman keras, bahkan hal yang berbau maksiat. Sehingga, itulah yang membuat ruginya Umat Islam, jadi tidak hanya sebatas gereja liar,” kata Tengku Jamaludin di Desa Bulu Sema, Kecamatan Suro, Kabupaten Aceh Singkil, pada Ahad (18/10/2015).
Memang, dalam ajaran Kristen Miras justru menjadi konsumsi umum, bahkan salah satu mukjizat Yesus adalah mengubah air menjadi anggur, sebagaimana diungkapkan dalam Bible sendiri dalam Yohanes 2: 7-11.
Masih soal Miras, dalam Bible juga disebutkan bahwa Miras berguna untuk melupakan keputusasaan, kesedihan, kesusahan dan kemiskinan:
“Berikanlah minuman yang keras kepada orang yang putus asa, dan air anggur kepada orang yang sangat berdukacita hatinya. Biarlah ia minum serta melupakan celakanya dan tiada ia teringat lagi akan kesukarannya” (Amsal 31:6-7).
Tak hanya itu, parahnya lagi dalam Bible, Tuhan memerintahkan agar menikahi pelacur (wanita sundal).
Ketika TUHAN mulai berbicara dengan perantaraan Hosea, berfirmanlah Ia kepada Hosea: “Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi TUHAN.” (Hosea 1:2)
Berdasarkan hal tersebut, Tengku Jamaludin mengungkapkan bahwa masalah di Aceh Singkil antara gereja liar, Kristenisasi dan maksiat saling terkait.
“Adanya gereja itu sangat identik dengan adanya maksiat,” tegasnya.
Di sisi lain, Tengku Jamaludin menyoroti sikap pemerintah sangat kurang tanggap terhadap maraknya pekat atau maksiat.
“Saya yang ditugaskan sebagai dai perbatasan, kita ini ibarat disuruh menanam. Jadi pemerintah menugaskan kami sebagai dai perbatasan ini untuk berdakwah dan berdakwah itu adalah menanam, tapi pemerintah tidak pernah membasi hama, bagaimana dakwah kami akan jalan?” ujarnya.
Seiring hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Singkil juga tidak peduli dengan keberadaan para dai perbatasan.
“Padahal kami ini ditugaskan oleh gubernur, padahal ini sudah masuk Qanun tentang Program Dinas Syariat Islam, termasuk penempatan dai perbatasan,” tandasnya. [AW]