JAKARTA, (Panjimas.com) – Muhammadiyah melalui Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah, mengevaluasi kembali paket kebijakan ekonomi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla jilid V yang baru saja diluncurkan kemarin Kamis (22/10).
Melalui Wakil Ketua Bidang Kajian Ekonomi MEK Mukhaer Pakkanna, Muhammadiyah menilai, peluncuran paket kebijakan ekonomi jilid V, lagi lagi pemerintah masih berorientasi pada pemihakan korporasi besar. Kebijakan tersebut dipahami oleh Muhammadiyah karena dalam rangka akselerasi pertumbuhan pertumbuhan ekonomi dengan menstimulasi sektor-sektor ekonomi yang dianggap potensial.
Namun, jika dicermati secara seksama, guna mendongkrak kegiatan ekonomi, bukan saja aspek pertumbuhan ekonomi yang harus diutamakan, tapi juga aspek kesejahteraan ekonomi secara agregat. Hal ini yang seharunya menjadi pertimbangan dari pemerintah dalam melakukan kebijakan ekonomi.
Terkait dengan hal tersebut, Mukhaer Pakkanna, meneropong, lagi-lagi pemihakan pada usaha mikro dan informal dianggap “anak tiri”. Mereka dianggap tidak mampu menggerakkan ekonomi. Padahal dalam program Nawacita, Presiden Jokowi jelas-jelas menyebutkan bahwa pemerintah harus selalu melindungi segenap bangsa. Usaha mikro dan informal tampaknya belum dianggap pantas untuk dilindungi. “Mungkin dianggap karena kontribusinya sangat kecil dalam mendongkrak ekonomi negara,” ujarnya Sabtu (24/10/2015) melaui releasenya.
Ironisnya lagi, peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang selama ini dielu-elukan oleh pemerintah, terutama dalam pemihakan ekonomi rakyat, tampaknya banyak gagal. Bank BUMN yang selama ini sebagai bank pelaksana penyaluran KUR, menghadapi dilema. Bahkan bank BUMN sudah mulai menghindar untuk diminta menyalurkan KUR. KUR dianggapnya Non Performing Loan (NPL)-nya sangat tinggi, jadi tidak bankable.
Karena itu, Muhamadiyah berharap, jika memang pemerintah masih mempertahankan KUR, pertama, bongkar mindset bank. Bank harus pandai memahami kondisi sosial masyarakat. Bank tidak boleh hanya sekedar mengunakan “kaca mata kuda”.
Kedua, manfaatkan lembaga-lembaga keuangan mikro semi-formal, termasuk koperasi syariah (BTM/BMT) yang kredibel untuk ikut menyalurkan KUR, sebab mereka lebih paham realitas sosial nasabah. Ketiga, gunakan pola jemput pola dan sistem tanggung renteng dalam pengelolaan dana KUR. “Semuanya itu harus dievalusi setiap minguan sehingga perang dan fungsi KUR tepat sasaran,”terangnya.
Paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintahan Jokowi diakui kurang taktis dan seperti bermain-main, hal ini melihat dari kajian paket kebijakan dari jilid yang pertama hingga kelima jaraknya sangat berdekatan rentang waktunya. Sehingga menjadikan tafsir publik, apakah setiap paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut benar-benar dilakukan atau tidak? Sebab untuk menjalankan paket kebijakan ekonomi dibutuhkan koordinasi antar kementerian dan penerbitan peraturan baru sebagai landasan hukumnya. Hal tersebut tidak semudah dibayangkan dalam prosedurnya.