JAKARTA, (Panjimas.com) – Keputusan Pemerintah pusat yang akan membangun kereta api cepat Jakarta Bandung dengan berhutang ke Cina telah membuat pro dan kontra sejumlah kalangan. Tak ketinggalan praktisi hukum nasional Yusri Ihza Mahendra yang diunggah di akun twitternya Kamis (22/10/2015).
“Saya ingin bertanya barangkali ada yang bisa menjelaskan apakah memang urgent membangun kereta api cepat yang menghubungkan Bandung-Jakarta?” ujarnya.
Apakah dengan jalan tol cipularang, kereta api yang ada sekarang dan pesawat yang terbang Jakarta-Bandung PP masih belum cukup dan belum memuaskan?
Pertanyaan tentang urgensi ini perlu dijelaskan karena biaya pembangunan kereta cepat itu biayanya 5 milyar dolar AS atau 78 trilyun. Biaya itu bukan berasal dari pengalihan subsidi bbm melainkan setoran equity 25% konsorsium 4 BUMN senilai hampir 19 trilyun. Sementara sisanya 75 persen berasal pinjaman dari China kepada 4 BUMN tsb yang harus dilunasi selama 60 tahun
Kontraktor pembangunan kereta cepat itu adalah pihak Cina sendiri yang mungkin nanti akan bawa tenaga kerja dari China pula. Kalau kontraktor itu lalai atau wanprestasi mengerjakan proyek keretacepat itu, apa yang akan terjadi dengan pinjaman kepada konsorsium 4 BUMN itu.
“Yang namanya utang ya tetap utang yang harus dicicil utang pokok plus bunganya jika telah jatuh tempo. Cina tidak akan mau pusing dengan kelalaian kontraktornya sendiri, sengaja atau tidak sengaja, yang namanya utang ya harus bayar.” Ujar mantan Menteri Kehakiman & HAM tersebut.
Kalau tak mampu bayar bukan mustahil Cina akan akuisisi saham ke 4 konsorsium BUMN tersebut. Maka Cina mulai kuasai BUMN kita. Itulah model “investasi” Cina ke negara kita sekarang ini. Layakkah mereka disebut sebagai investor?