ACEH SINGKIL, (Panjimas.com) – Dalam catatan kronologis Forum Umat Islam Aceh Singkil, pada tanggal 5 Mei 2012, Pengurus Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD), Pakpak Dairi Christian Protestan Church mengirim surat kepada Kapolda Aceh, perihal Perlindungan Hukum terhadap penutupan gereja di daerah Kabupaten Aceh Singkil dengan tembusan surat kepada Muspida Kabupaten Aceh Singkil, termasuk Pengurus IKPPI di Sidikalang.
Pada tanggal 15 Januari 2012, Aliansi Sumut Bersama (ASB) membuat surat pengaduan kepada Komnas Perempuan, Jakarta tentang peristiwa penyegelan terhadap 15 gereja di Kabupaten Aceh Singkil. Mereka mengklaim, agama Kristen pertama kali masuk ke Kabupaten Aceh Singkil pada tahun 1930, melalui seorang penginjil yang berasal dari Salak Pakpak Barat Sumatera Utara, bernama Evangelist I.W Banurea. Pada tahun 1932, Evangelist bekerjasama dengan perkebunan PT Socfindo (Socfin Indonesia) untuk mendirikan gereja.
Masih dalam laporan kronologis tersebut, pada tanggal 31 Mei 2012, Komnas Perempuan Jakarta mengirim surat kepada Bupati Kabupaten Aceh Singkil tentang Peristiwa Penyegelan terhadap 15 gereja di Kabupaten Aceh Singkil.
Menurut tokoh Islam di Aceh Singkil, saat ini UU No. 44 tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh dalam bidang agama, adat istiadat, pendidikan dan peran ulama, dan UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh – telah menkafer UU No 18 tahun 2001, dinilai sudah cukup sebagai dasar hukum pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
“Dengan UU tersebut, Aceh bebas menjalankan hukum Allah bagi seluruh rakyatnya. Tidak ada seorangpun yang merasa sakit hati, kecewa, apalagi benci terhadap pelaksanaan hukum Islam di Aceh. Siapapun anda, suku apa saja, muslim atau non-muslim harus patuh dan taat terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Bila ingin bebas membangun gereja, jangan di Provinsi Aceh. Pahami itu dengan akal sehat,” demikian pernyataan tokoh Islam dan masyarakat di Aceh Singkil.
Saat ini, Kabupaten Aceh Singkil terdiri dari 11 Kecamatan, tinggal 4 kecamatan lagi yang belum ada gerejanya. Forum Umat Islam Aceh Singkil menilai pengurus panitia gereja yang ada di Kabupaten Aceh Singkil patut diduga sebagai provokator, karena melanggar perjanjian yang telah dibuat. Selain itu, jemaat gereja bahkan sengaja didatangkan dari luar, bukan penduduk asli.
“Artinya, keberadaan gereja tidak memenuhi kebutuhan masyarakat setempat, melainkan lebih kepada provokasi yang dilakukan oleh pengurus gereja. Padahal pemerintah dan tokoh agama telah bersusah payah menjaga kerukunan umat beragama di Aceh Singkil,” tegas Juru Bicara FUI Aceh Singkil, Ustadz Hambalisyah Sinaga.[Desastian/JITU]