JAKARTA, (Panjimas.com) – Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) mengakui adanya 24 gereja liar alias tak berizin di wilayah Aceh Singkil, Provinsi Aceh.
Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow, sekaligus meluruskan pemberitaan yang hanya menyebutkan bila di wilayah Aceh Singkil hanya ada 17 atau 19 bahkan ada yang menyebut hanya 10 gereja illegal.
“24 gereja tidak berizin. Ini yang sedang dalam proses pengurusan izinnya dengan dibantu Komnas HAM, tokoh masyarakat dan pimpinan agama,” ungkap Jeirry saat mengikuti konferensi pers menyikapi kasus pembakaran gereja liar di Aceh Singkil di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Jakarta, Rabu sore (14/10). Seperti dilansir Suara-Islam.
Jeirry mengklaim, pihak gereja telah berkomitmen untuk mengurus perizinan gereja-gereja illegal tersebut. Demikian pula dengan adanya komitmen Bupati setempat.
Bahkan, klaim Jeirry, bila dalam SKB Dua Menteri syarat pendirian rumah ibadah hanya dengan 90 nama dan KTP pengguna rumah ibadah, maka mereka telah menyepakati untuk memberikan 120 dan 150 KTP. “Proses baik yang sedang berjalan ini dirusak oleh peristiwa kemarin,” klaimnya.
Pada bagian lain, akibat kasus pembakaran yang terjadi di tiga gereja di wilayah Aceh Singkil kemarin, Jeirry mengklaim saat ini ada sekitar 5.000 warga Kristen yang mengungsi. Disebutkan, konsentrasi pengungsi terbesar ada di Desa Seragih, Kecamatan Manduamas di Tapanuli Tengah dan sisanya di Desa Sibagindar, Kecamatan Pagindar, Pakpak Bharat, Sumatera Utara.
Aksi pembakaran terhadap gereja ini dipicu oleh maraknya gereja liar di wilayah Aceh Singkil. Warga yang resah kemudian bersepakat dengan pemerintah daerah untuk membongkar gereja-gereja itu pada 19 Oktober mendatang. Sayangnya, pada 13 Oktober, tepat sehari menjelang Tahun Baru 1 Muharram 1437 H, warga masyarakat telah bertindak sendiri.