ACEH (Panjimas.com) – Ketua Front Pembela Islam (FPI) Aceh, Tengku Muslim At Thahiri menegaskan bahwa konflik berdarah di Kabupaten Aceh Singkil, Nangroe Aceh Darussalam, dipicu gereja liar dan lambatnya sikap pemerintah setempat.
Tengku Muslim mengaku prihatin atas bentrokan yang terjadi sehingga mengakibatkan satu orang gugur dan empat lainnya luka-luka.
“Ada FPI di sana yang selalu memantau kejadian, menurut laporan sementara itu murni gerakan massa umat Islam yang kecewa dengan kebijakan Bupati dan pimpinan daerah yang tidak memihak kepada umat Islam karena tidak mau membongkar gereja-gereja illegal, maka terjadilah hal seperti itu,” kata Tengku Muslim At Tahiri saat dihubungi Panjimas.com, Rabu (14/10/2015).
Lebih lanjut, Tengku Muslim menjelaskan bahwa, permasalahan gereja liar sudah cukup lama meresahkan umat Islam. Apalagi di Aceh, diterapkan Syariat Islam.
“Kasus itu (gereja liar, red.) sudah lama, dan sudah lama pula masyarakat mengingatkan. Di Aceh itu kan ada aturan membangun rumah ibadah (gereja). Jadi di Singkil itu banyak sekali gereja berdiri tanpa izin,” ujarnya.
Namun sayangya, pemerintah justru lambat menyikapi desakan masyarakat dan Ormas Islam setempat.
“Masyarakat sudah mendesak pemerintah bahkan sudah melibatkan semua Ormas untuk membongkar gereja-gereja illegal, tapi pemerintah lambat,” tandasnya.
Untuk diketahui, bentrokan berdarah terjadi antara massa Muslim dan Kristen di jalan menuju Desa Dangguran, Kecamatan Simpang Kanan, Aceh Singkil, pada Selasa (13/10/2015). (Baca: Bentrok Warga Meletus di Aceh, Meninggal 1 Orang)
Korban bentrokan di Desa Dangguran, Kecamatan Simpang Kanan, Aceh Singkil, dipastikan meninggal satu orang. Menurut informasi korban meninggal diketahui bernama Samsul warga Buluhsema, Suro.
Dengan luka di bagian kepala diduga akibat tembakan senapan angin serta perut luka karena benda tajam. [AW]