MALANG, (Panjimas.com) – Penolakan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berdatangan, baik dari perorangan maupun kelompok. Usulan revisi tersebut dianggap sebagai upaya sistematis untuk melemahkan kerja lembaga antirasuah tersebut.
Namun secara bersamaan, sejumlah pihak membantah dituding sebagai inisiator revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 itu. Dari para menteri hingga Presiden Joko Widodo kompak berkilah disebut sebagai inisiator usulan tersebut.
Dilansir merdeka. Mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Din Syamsuddin melihat adanya keanehan dengan upaya ‘ngeles’ para inisiator perubahan undang-undang tersebut. Dia justru menduga para pengusulnya adalah sejumlah pihak dalam suasana terancam dengan keberadaan KPK saat ini.
“Aneh dan menjadi pertanyaan, ketika semua pihak tidak mengakui sebagai pengusulnya. Tiba-tiba tidak mengakui dan saling tuding, sekali lagi ini aneh. Jangan-jangan pengusulnya para setan dan koruptor yang tengah terancam,” kata Din di Universitas Brawijaya Malang, Sabtu (10/10/2015).
Din mengaku tidak habis mengerti adanya sebagian pihak baik dari pemerintah maupun DPR yang menginginkan perubahan undang-undang ke arah KPK menjadi lemah. Sementara korupsi masih merajarela dan menjadi ancaman bangsa dan negara. Korupsi masih menjadi kejahatan yang luar biasa terhadap rakyat.
“Saya mendorong agar (revisi) dipikirkan kembali,” katanya.
Menurut Din, KPK memang bersifat adhoc dan tentu nanti pada waktunya lembaga penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan yang akan melaksanakan tugas-tuganya. Sesuai amanat reformasi, karena merajalelanya KKN, sementara lembaga-lembaga penegak hukum tidak cukup siap maka KPK dibentuk.
“Tetapi kalau korupsi semakin kuat, KPK sangat diperlukan dan harus diperkuat. Jangan diperlemah. Makanya perubahan Undang-Undang itu untuk dipikirkan kembali,” katanya.
Din mengingatkan kepada para politisi dan pemerintah agar tidak takut kalau KPK kuat. Pihak yang takut itu dicurigai yang terancam.
“Saya tidak mau bersuudzon, justru saya melihat masyarakat madani akan mendukung KPK dan mari kita beri dukungan. Jangan sampai ada perubahan UU KPK yang justru melemahkan KPK, karena itu merupakan kontra produktif terhadap cita-cita reformasi kita selama ini,” ujar dia.
Soal waktu 12 tahun yang diberikan dalam draf usulan revisi, menurut Din tidak realistis. Kesementaraan KPK katanya tergantung korupsi masih ada atau tidak.
“Kalau korupsi semakin kuat, KPK harus terus ada, parameternya menurun atau tidak. Korupsinya merajalela, KPK-nya dibatasi. Akan membuka peluang bagi koruptor baru atau calon koruptor merajalela,” katanya.
Din menginggatkan kepada Pemerintahan Jokowi dan DPR saat ini, agar tidak punya pikiran untuk mengubah Undang-Undang KPK jika tujuannya untuk melemahkan KPK.
“Kalau ke arah memperkuat kita dukung. Dan tetap memberantas korupsi, mencegah hanya satu aspek saja. Pejabat-pejabat DPR nggak usah takut kalau KPK kuat. Berani karena benar,” pungkasnya.