SOLO, (Panjimas.com) – Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia, masyarakat Indonesia kembali dikejutkan dengan berita akan dilakukanya pidato permintaan maaf oleh Presiden Joko Widodo kepada keluarga korban mantan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) atas peristiwa pembersihan anggota PKI tahun 1966. Walaupun pada akhirnya hal tersebut urung dilakukan, namun pernyataan Mentri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasona Laoly yang mengatakan proses teknis permintaan maaf tersebut masih terus digodok, menjadikan kewaspadaan umat Islam tidak boleh mengendur.
Merespon hal tersebut, Forum Komunikasi Umai Islam Surakarta bersama Komisi Ukuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Surakarta menyatakan penolakannya terhadap bentuk kegiatan apapun yang memungkinkan munculnya kembali PKI di Indonesia.
“Ini perlu diwaspadai, karena saat ini sudah ada sekelompok masyarakat yang berupaya mendesak Presiden RI agar meminta maaf kepala keluarga korban G30S PKI,” kata Ustad Dahlan ketika ditemui dirumahnya beberapa waktu yang lalu.
Lebih lanjut, Ketua Komisi Ukuwah MUI Surakarta tersebut juga mengungkapkan, bahwa sejak ditetapkan sebagai organisasi terlarang pada tahun 1966, anggota PKI tidak membubarkan diri begitu saja. Mereka tetap menjaga eksistensi mereka melalui berbagai organisasi baru yang bercorak sosialis, menyusup dalam berbagai organisasi atau partai nasionalis hingga membentuk jaringan komunikasi OTB yang hanya terdiri dari bebrapa orang.
Tercatat, selama ini PKI telah melakukan sebanyak 10 kongres (kongres ke 11 di Kota Salatiga dibubarkan). Acara kongres tersbut sering disamarkan dengan bentuk seminar –seminar maupun kegiatan lainnya. Adapun dikota Solo sendiri, telah diketahui bahwa tokoh-tokoh PKI telah lama mengadakan kosolidasi secara massif. Puncaknya pada tanggal 24 Februari 2015 silam di Taman Budaya Surakarta (TBS) Kentingan digelar acara berbau komunisme dengan tema ,”Pelayanan Kesehatan Bagi Korban Trgedi 1965/1966 untuk Mewujudkan Rekonsiliasi.” Namun berhasil dibubarkan oleh Elemen Muslim Surakarta.
Ditambahkan pula oleh Ustad Dahlan, bahwa konsekuensi dari permintaan maaf presiden tersebut adalah adanya kompensasi sebesar Rp. 2.25 Miliyar kepada setiap keluarga PKI. Jika Komnas HAM merilis sebanyak jumlah korban sebanyak 100 ribu orang, maka Negara harus menyediakan dana sebesar lebih dari 200 Triliyun.
“Uang sebegitu besar mau dapat dari mana? Jawabannya adalah dari Cina. Pemerintah Cina siap memberi pinjaman lunak kepada Indonesia, dengan timbal balik pengerjaan proyek infrastruktur besar di Indonesia harus ditangani oleh kotraktor negeri tirai bambu itu”, imbuhnya.
Terakhir sebagai bentuk komitmen akan penolakan terhadap bibit –bibit kebangkitan PKI, maka elemen umat Muslim Solo bersama komisi ukuwah MUI Surakarta telah menyiapkan beberapa gerakan, diantaranya pemasangan spanduk waspadai bangkitnya PKI.[Sdq]