JAKARTA, (Panjimas.com) – Instruksi Gubernur (Ingub) DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, tentang pemotongan hewan kurban menyebabkan reaksi pro-kontra di masyarakat. Bahkan menimbulkan keresahan, terutama di kalangan umat Muslim Jakarta yang akan berkurban, berkenaan dengan Hari Idul Adha 1436 H yang segera menjelang.
Dalam Instruksi Gubernur Nomor 168 Tahun 2015 tentang Pengendalian, Penampungan, dan Pemotongan Hewan itu disebutkan bahwa untuk melakukan pemotongan hewan harus dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) pemerintah di RPH Ruminantia, Cakung dan Pulogadung, Jakarta Timur. Secara implisit di dalam Ingub itu berisi larangan penjualan serta pemotongan hewan kurban di pinggir jalan, tak terkecuali pemotongan di sekolah-sekolah.
Menanggapi Ingub yang menimbulkan keresahan umat itu, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (KF MUI), Prof.Dr.H. Hasanuddin AF, MA., mengemukakan, penyembelihan hewan kurban itu merupakan bagian dari ibadah dan syiar agama yang telah menjadi tradisi, dan harus dilindungi negara. Bukan malah diatur yang berkesan dilarang-larang. Maka MUI sangat sesalkan Ahok, nama popular gubernur DKI ini, terkait InGub tersebut, yang secara implisit melarang menyembelih hewan kurban di luar RPH.
Kemudian guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengutip ayat Al-Quran yang bermakna: ”Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj 36).
Perhatikan juga firman Allah yang artinya: “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj 32).
Edukasi, Pendidikan bagi Masyarakat
“Selain itu juga sebagai edukasi, pendidikan bagi masyarakat. Menyembelih hewan kurban di sekolah, misalnya. Itu juga dapat bermanfaat dan berfungsi sebagai upaya sekaligus sarana edukasi bagi para pelajar sekolah. Jadi bukan hanya dilihat hanya dari satu sisi secara picik, seperti aspek ketertiban dan keamanan, tapi dalam lingkup yang sempit,” tuturnya. Seperti dilansir dilaman halalmui, Jumat (11/9).
Tokoh umat ini menjelaskan lagi, berkurban di sekolah, sebagai contoh, dapat menumbuhkan semangat rela berkorban untuk kepentingan orang lain, suasana kebersamaan dan gotong royong yang sangat dibutuhkan di tengah-tengah suasana hidup individualistis dan egoistis yang kini kian merebak. Dengan semangat kebersamaan dalam aktivitas ibadah yang baik itu, sekaligus juga sebagai terapi untuk menghilangkan terjadinya kasus-kasus tawuran di kalangan pelajar yang kian mencemaskan.
Bukankah kan selama ini juga boleh dikata tidak ada masalah dengan ketertiban dan kesehatan masyarakat. Setelah acara usai, bisa langsung dibersihkan. Selama puluhan tahun menggelar ritual penyembelihan hewan kurban yang bernilai ibadah ini, toh belum pernah ada laporan warga atau pelajar yang sakit karena darah hewan kurban.
Dapat Mereduksi Semangat Umat Untuk Ibadat
Larangan dengan Ingub itu juga secara implisit bisa mereduksi semangat umat untuk beribadat dalam berkurban. Orang jadi malas berkurban karena harus jauh-jauh datang ke RPH untuk menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya. Padahal para ulama menjelaskan, bahwa ketika seseorang menyerahkan penyembelihannya pada orang lain maka disunahkan bagi orang yang berkurban untuk menyaksikan prosesi penyembelihan hewan kurbannya.
Perhatikanlah hadits Nabi saw yang mengisahkan ketika Fatimah berkurban dan menyerahkan penyembelihannya pada orang lain. Ketika hewan kurbannya hendak disembelih, Nabi saw memerintahkan kepada Fatimah untuk menyaksikan penyembelihannya: “Wahai Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan kurbanmu, karena sesungguhnya Allah mengampunimu setiap dosa yang dilakukan dari awal tetesan darah kurban, dan katakanlah:” Sesungguhnya shalatku, ibadah (kurban) ku, hidupku dan matiku lillahi rabbil ‘alamiin, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang paling awal berserah diri.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi).