JAKARTA, (Panjimas.com) – Di tengah ancaman krisis ekonomi yang ditandai dengan pelemahan nilai rupiah diharapkan tidak menjadi momok yang menakutkan bagi ummat Islam dalam merespon kondisi perekonomian saat ini. Sebagai ummat yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah, ada solusi lain yang terlupakan dalam wacana umum agar bangsa ini tidak terpuruk di tengah terjangan resesi ekonomi secara global.
Menurut Pimpinan Ar-Rahman Qur’anic Learning (AQL) Islamic Center Ust Bachtiar Nasir, agar bangsa ini tidak larut dalam kekhawatiran dan ketakutan yang berlebihan akibat resesi ekonomi, ummat Islam harus berani banyak bersedekah. Sedekah, infak, dan saling berbagi kepada sesama inilah yang akan terus membuka pintu-pintu rezeki. Di antara banyak poin yang diserukan oleh pemerintah agar bangsa ini terbebas dari ancaman krisis, Bachtiar Nasir menegaskan, ada satu poin penting yang terlupakan. Padahal, esensi dan dampaknya sangat luar biasa jika itu dilakukan secara berjamaah yakni sedekah.
“Saya lihat tidak ada sedekah di situ padahal yang membuat ekonomi ini berputar dan bisa meredam gejolak akibat resesi ekonomi ini adalah sedekah. Kita harus berani bersedekah dalam kondisi yang sangat sempit sekali pun,” kata Ust Bachtiar Nasir yang juga Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Pusat ini di Jakarta, Rabu (2/9).
Dia tidak menyalahkan berbagai tips yang dianjurkan dalam merespon resesi ekonomi, namun seharusnya ummat Islam juga harus diingatkan agar tidak lupa mengeluarkan sedekah dari sebagian harta mereka. “Kalau dollar menguat, seakan-akan dunia akan kiamat. Ini cara berpikir yang harus diluruskan,” katanya.
Khususnya bagi ummat Islam yang sebentar lagi akan merayakan Idul Adha, maka implementasi sedekah itu harus disalurkan melalui kurban. Dengan berkurban bukan hanya menjadi jalan bagi sekeluarga masuk surga tetapi juga akan membuka pintu-pintu rezeki bagi ummat Islam. Dengan banyak bersedekah atau berkurban pada Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijjah menjadi momentum penting bagi siapa yang ingin menambah kualitas kesejahteraan hidupnya.
“Tidak harus berkurban dengan cara bergiliran. Misalnya, tahun ini giliran ibu karena tahun lalu gilaran bapak. Lalu tahun depan giliran anak. Kalau hanya mampu satu kambing, satu saja. Kalau mampu satu satu sapi, yang satu sapi dengan memasukkan semua anggota keluarga hingga pembantu atau keluarga lain yang kurang mampu. Yang mampu dua, tiga sapi, ya harus berkurban sebanyak ia mampu. Jadi jangan karena gara-gara resesi ekonomi, kurbannya jangan ditunda-tunda,” katanya.
Menurut dia, filosofi berkurban sangat terkait dengan rumah tangga. Betapa hebatnya cinta Nabi Ibrahim AS kepada anaknya Nabi Ismail AS. Dan betapa sabarnya Ismail mengorbankan cintanya kepada sang ayah dengan merelakan diri untuk disembelih, namun Allah menggantikan dengan seekor kibas (domba). “Kita nih kadang melihat anak sakit, kita juga ikut sakit. Tapi kita tidak pernah pikirkan bagaimana sakitnya anak di akhirat kelak jika hidup tanpa Tauhid. Luka iman yang membuat anak-anak ditempatkan di neraka kelak juga harus dipikirkan,” katanya.
Allah memerintahkan kepada ummat Islam agar mendekatkan diri dengan menyembelih hewan kurban. Dalam Al-Qur’an Syrat Al-Hajj ayat 34-35; “Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (Yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah hati mereka bergetar, orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka, dan orang yang melaksanakan shalat dan orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka.”