JAKARTA, (Panjimas.com) – Terkait permintaan pengurus GIDI ke Kemenkopolhukam beberapa waktu lalu yang mengijinkan umat Islam di Tolikara Papua menjalankan Sholat idhul Adha dengan tiga syarat. Komnas HAM RI menyampaikan keprihatinan yang mendalam.
“Bagi Komnas HAM sekiranya ada permufakatan semacam itu, jelas hal itu bukan hanya soal salah paham, tapi pahamnya yang salah. Itu cacat nalar HAM. Bahkan semakin terang benderang akan adanya ancaman bagi kedaulatan dan kehormatan NKRI.” Ujar Maneger Nasution Komisioner Komnas HAM. Senin (7/9) melalui release yang disampaikan ke redaksi.
Untuk itu Komnas HAM memberikan tanggapannya.
Pertama, ada baiknya Kemenkopolhukam menjelaskan secara transaparan kepada publik tentang kebenaran kabar tersebut.
Kedua, sekira benar bahwa dalam pertemuan di Kemenkopolhukam (4/7) antara Kemenkopolhukam, GIdI, dan Muslim Tolikara, GIdI menuntut tiga hal, (1) Nama GIDI dibersihkan dari tuduhan separatis, (2) Kasus Tolikara diselesaikan secara adat. Pihak penegak hukum tidak lagi memeriksa pendeta-pendeta GIdI, dan (3) GIdI mengijinkan Shalat ‘Idul Qurban di Tolikara apabila kedua tersangka kasus intoleransi Tolikara dibebaskan. Dalam pertemuan itu GIdI bersikeras agar dua tersangka dalang kerusuhan intoleransi Tolikara dibebaskan.
Namun permintaan GIdI ditolak oleh Kemenkopolhukam. Semuanya harus diproses menurut hukum NKRI. Sekiranya benar demikian sikap Kemenkopolhukam, Komnas HAM RI sungguh mengapresiasi.
“Begitulah sejatinya Negara bersikap. Negara tidak boleh bertekuk lutut kepada actor non-state. Negara hanya boleh tunduk pada konstitusi dan UU.” Tambahnya.
Ketiga, mendesak negara untuk menjamin ketidakberulangan (guarantees of non-recurrence) peristiwa intoleransi di Indonesia, khususnya di Tolikara pada masa yang akan datang.
Keempat, mendesak Negara untuk menyelesaikan kasus intoleransi dan kekerasan Tolikara secara profesional, mandiri, terbuka dan berkeadilan, siapa pun pelakunya. Negara tidak boleh bertekuk lutut kepada siapa pun, apalagi kepada actor non-state. Negara hanya tunduk kepada konstitusi dan hukum.
Kelima, mendesak Negara, utamanya pemerintah baik pusat, Pemprov Papua dan Pemkab Tolikara sebagai penanggung jawab utama perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM warga negara (khususnya hak atas rasa aman, hak hidup, dan hak atas kebebasan beragama).
Untuk menunaikan kewajiban konstitusional dan hukumnya sebagaimana ditegaskan dalam pasal 28I ayat (4) UUD 1945 dan pasal 8 UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, utamanya menjamin kebebasan beragama di Indonesia khususnya di Tolikara Papua.