SOLO, (Panjimas.com) – Tidak banyak dari ulama, dai ataupun aktivis Islam yang mau mengurusi persoalan produk halal di Indonesia. Padalah makanan merupakan hal terpenting bagi kebutuhan tubuh.
“Berapa banyak Ulama, dai, aktivis Islam ataupun ormas Islam yang peduli pada persoalan halal?” tanya Aisha Maharani kepada reporter panjimas.com usai memberikan materi di acara “Cantik dan Sehat dengan Yang Halal” yang diselenggarakan oleh kelompok pengajian Humaira di Masjid Nurul Iman, Kalitan Solo. Sabtu (5/9).
Kalaupun pegiat seperti kami (Halal Corner.red) itu hanya sebuah gerakan sosial kecil yang tidak mempunyai kekuatan besar dibanding ormas besar Islam lainnya. Maka wajar jika persoalan halal ini seakan “terlupakan”.
Belum lagi resiko yang sering dialami bagi aktivis produk halal seperti mendapat ancaman dan di bully di media sosial.
Untuk itulah bersama rekan-rekannya Aisha Maharani pendiri Halal Corner menghimbau kepeda seluruh komponen umat Islam agar bergandenan tangan dan peduli pada persoalan produk halal.
Sebuah ironi di negara yang mayoritas penduduknya muslim namun jaminan produk halal masih jauh dari harapan. Ribuan produk makanan yang dibuat oleh industri kecil hingga perusahaan besar jaminan produk halalnya masih belum jelas. Belum lagi masalah obat dan juga kosmetik.
“Saya melihat pemerintah masih belum fokus menangani masalah ini. Padahal jika dibandingkan di negara lainnya yang mayoritas penduduknya non muslim Indonesia jauh tertiggal” ujarnya.
Sebagai contoh dinegara lain dalam menyajikan produk halal itu ditata sedimikian rupa sehingga pembeli atau konsumen paham karena dalam produk tersebut tertulis halal bagi muslim atau tidak. Selain itu pihak manajemen toko atau rumah makan juga memberikan larangan bagi pembeli muslim jika dalam toko atau rumah makan tersebut menjual produk haram.
Aisha Maharani juga mengkritisi terkait munculnya UU JPH (Jaminan Produk Halal) yang belum memiliki sanki hukum bagi produsen makanan yang tidak mengurus sertifikat halal. Selain itu adanya kebijakan baru tentang cara pengurusan sertifikat halal yang membolehkan lembaga lain selain MUI yang mengeluarkan rekomendasi sertifikat halal juga akan menambah persoalan baru.
“Saat diurusi MUI saja belum maksimal. Jika ada lembaga lain tentu akan menambah birokrasi yang tentunya akan muncul persoalan baru lagi”