TARAKAN, (Panjimas.com) – Keberhasilan penyidik Kepolisian Resor (Polres) Tarakan mengungkap kasus pembunuhan Fitri Shara Hasugian (16) patut diacungi jempol. Sebab, tidak ada yang menyangka, peristiwa keji itu dilakukan oleh anak pemuka agama dan terjadi di rumah seorang pendeta.
Kaur Bin Ops Polres Tarakan, Iptu Sudaryanto mengatakan, keberhasilan penyidik mengungkap perbuatan KS (34) berawal saat ia dimintai keterangan sebagai saksi di Polsek Tarakan Barat. Saat diperiksa, tersangka tidak sedikitpun menyinggung tentang korban.
KS beralasan Fitri mengambil air minum lalu keluar rumah. Selain itu, KS mengaku tidak hanya korban yang sering datang ke rumah. Beberapa jemaat yang ada di Gereja Pentakosta Indonesia (GPI) Jl. Rukun RT 17 Karang Anyar Pantai, jika ada masalah atau berkonsultasi maupun mau minum memang sering datang ke rumah tersangka.
“Karena orang tua tersangka ini pendeta di Gereja Pantekosta,” kata perwira balok dua ini dilansir Radar Tarakan. Ahad (30/8).
Namun dari analisa penyidik, ada beberapa kejanggalan ditemukan, yakni rentan waktu antara korban yang tercatat merupakan siswi SMA Hang Tuah, Tarakan itu keluar dari gereja dengan hilang dan jemaat yang telah menyelesaikan ibadah sangat dekat, hanya sekitar satu jam.
Saat korban mengantar kunci rumah ke kakaknya sekitar jam 11.00, sementara selesainya jemaat beribadah sekitar jam 12.00. Sehingga timbul alibi yang berkembang.
“Seperti yang katanya korban dijemput oleh dua orang yang tidak dikenal, memang dari logika masuk akal. Karena itu bisa terjadi. Tetapi saat penyidik memeriksa beberapa saksi di sekitar gereja, ternyata tidak sinkron dengan waktu satu jam ini,” bebernya.
Polisi pun kembali melakukan gelar perkara untuk menentukan satu kesimpulan bahwa hilangnya Fitri tidak jauh dari sekitar gereja tersebut. Penyidik melakukan analisa ulang dengan memanggil kembali beberapa saki, baik dari rekan, teman korban, maupun keluarga korban, bahkan warga sekitar kejadian.
Hingga akhirnya polisi meyakini di kawasan gereja ini fokus penyelidikan berlangsung. Penyidik pun memulai mencocokkan beberapa barang bukti yang ditemukan di tubuh korban dengan di geraja. Setelah melihat ada kesamaan, penyidik menyimpulkan bahwa kematian Fitri memang di lokasi tersbeut.
“Kami meyakini kalau korban ada di satu tempat di sekitar gereja itu, mulai dari tali jemuran, karpet yang dicurigai,
Bukan hanya itu, menurut dari keterangan orang tua Fitri, ia sempat melihat ada sepatu yang berada di kediaman pastor tersebut.
“Nah dari sepatu itu kami berkesimpulan korban hilang tidak jauh dari tempat itu,” ujarnya.
Polisi akhirnya melakukan pendekatan persuasif agar KS mengakui perbuatannya.
“Kami minta pelaku jujur dan kita mengungkapkan analisa dengan kata-kata yang menyentuh pribadinya sehingga tersangka mau mengakui,” ungkap Sudaryanto.
Tetangga tersangka tidak menyangka KS berbuat sekeji itu. Di mata tetangga, KS dikenal pendiam dan tidak berbuat onar. KS dikenal baik oleh tetangganya. Bahkan saat jenazah Fitri dikebumikan, KS dengan tenang ikut mengantarkan hingga ke pemakaman.
Diberitakan sebelumnya, kronologis pembunuhan Fitri berawal ketiga gadis 16 tahun itu dinyatakan hilang pada 9 Agustus lalu. Minggu (23/8) lalu, mayat Fitri ditemukan di areal pembuangan sampah di TPA Hake Babu, Kelurahan Karang Anyar, Kalimantan Utara. Fitri diperkosa kemudian tewas dibunuh KS secara sadis. Pelaku memukul kepala korban dengan menggunakan martil hingga Fitri meregang nyawa.