Kudus, Jawa Tengah (Panjimas.com) – Perusahaan garmen di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, paling terpukul dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dibanding perusahaan lain, kata Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kudus, Hamidin.
“Pasalnya, perusahaan garmen juga menggunakan bahan baku impor dengan persentase antara 40–60 persen disesuaikan dengan jenis produksinya,” ujarnya, di Kudus, Rabu.
Untuk mengatasi permasalahan biaya produksi tinggi akibat pelemahan nilai tukar rupiah dan pelambatan ekonomi, lanjut dia, perusahaan sudah berupaya melakukan efisiensi di segala lini, termasuk menggunakan bahan baku lokal sebagai substitusi.
Sementara pilihan pengurangan tenaga kerja, kata dia, hingga kini belum ada perusahaan yang menempuh cara tersebut karena cara lain masih bisa dilakukan.
Beberapa perusahaan garmen di Kudus, lanjut dia, ada yang menempuh jalan pengurangan jam kerja atau hari kerja.
“Jika sebelumnya pekerja masuk kerja selama enam hari dengan tujuh jam kerja per hari, ada yang dikurangi menjadi tiga hingga lima hari kerja,” ujarnya.
Dengan cara tersebut, kata dia, perusahaan tentunya bisa menekan biaya dari sisi tenaga kerja tanpa harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Adapun jumlah perusahaan garmen di Kudus, lanjut dia, mencapai 30-an perusahaan dengan skala besar dan sedang.
Berdasarkan pengalaman krisis moneter yang terjadi sebelumnya, kata dia, perusahaan yang melakukan PHK justru akan terbebani dalam hal perekrutan pekerja baru ketika kondisi perekonomian kembali membaik.
Untuk itu, kata dia, pengalaman tersebut menjadi pelajaran berharga bagi setiap perusahaan bahwa PHK merupakan pilihan paling akhir sepanjang masih ada pilihan lain dalam melakukan efisiensi dan membuahkan hasil.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kudus, Ludful Hakim, mengungkapkan, hingga kini memang belum ada laporan perusahaan di sana mem-PHK buruh menyusul pelemahan nilai tukar rupiah itu.
“Meskipun demikian, kami tetap mengkhawatirkan kondisi perekonomian saat ini bakal berimbas terhadap pekerja,” ujarnya.
Perusahaan yang selama ini menggunakan bahan baku impor, kata dia, tentunya sudah berupaya menekan tingginya biaya produksi dengan berbagai cara.
Akan tetapi, kata dia, melihat pergerakan nilai tukar rupiah yang semakin melemah, tentunya pilihan efisiensi bakal mengarah ke PHK karyawan.
Sumber : antaranews