SURABAYA, (Panjimas.com) – Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa meminta daerah lain meniru pemerintah daerah Jayapura dalam melakukan penutupan lokalisasi.
“Salah satu contoh yang sangat bagus (penutupan lokalisasi) dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Jayapura,” kata Khofifah di sela acara Pemantapan koordinator provinsi, kabupaten/kota dan pendamping keserasian sosial serta verifikasi proposal di Surabaya, Sabtu (29/8/2015).
Ia menerangkan, sampai sekarang ini tidak ada payung hukum secara nasional yang melegalkan lokalisasi. Katanya, kebijakan adanya lokalisasi ada di daerah, dan penutupan juga dilakukan daerah dan menjadi inisiatif daerah.
Kementerian sosial hanya menyiapkan jaminan hidup bagi pekerja seks komersial (PSK) sebesar masing-masing per orang mendapatkan Rp 20 ribu dikalikan 90 hari. Kemudian mendapatkan transportasi lokal. Serta mendapatkan dana Usaha ekonomi produktif.
“Jadi lokalisasi itu nggak ada payung hukum secara nasional. Tapi kalau di daerah itu, itu inisiatif penutupan juga dari daerah. Jadi sebaiknya daerah sebelum melakukan penutupan, melakukan assesment terlebih dahulu; tuturnya sambil menambahkan, contoh yang baik ditiru daerah lain yakni penutupan dilakukan Pemkab Jayapura.
Dilansir detik. Khofifah menerangkan, sebelum dilakukan penutupan tiga lokalisasi di Jayapura, dilakukan riset yang bekerjasama dengan Universitas Cendrawasih. Hasilnya dibicarakan dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, forum koordinasi pimpinan daerah, yang bersepakat dilakukan penutupan.
“Jadi sebetulnya penutupan di daerah itu tidak bim salabim. Ada proses yang mendahuluinya sampai kemudian keputusan terbut diambil,” tuturnya.
“Setelah keputusan diambil, biasanya bupati walikota ke pemerintah untuk membutuhkan support dari Kementerian Sosial yakni jaminan hidup, transportasi lokal dan usaha ekonomi produktif,” jelasnya.
Ketika disinggung bahwa menyebarnya PSK tersebut karena dampak penutupan lokalisasi Dolly, Surabaya. Khofifah memintanya agar dilihat secara detail berbagai aspek yang mengakibatkan menjadi PSK.
“Kebetulan saya bertemu dengan mereka (PSK yang dipulangkan dari Papua) dari Surabaya. Saya tanya sudah berapa tahun, katanya sudah lama sudah 3 tahun. Berarti itu bukan limpahan dari Dolly,” katanya.
“Jadi teman-teman bisa melihat secara detail. Ketika saya tanya lebih lanjut awalnya bagaimana, rupanya ada yang menjanjikan pekerjaan, tetapi akhirnya dijerumuskan. Ini trafficking ini woman. Jadi kita harus melakukan identifikasi apa yang menjadikan mereka terjerumus,” tandasnya.
Agar para mantan PSK yang dipulangkan ke daerah asalnya tidak masuk lagi ke lembah hitam prostitusi, Mensos berharap agar pemerintah daerah hingga tingkat kelurahan dan desa memperhatikan mereka.
“Inilah pentingnya pemerintah kabupaten dan kota, ada camat, kepala desa, semua harus saling kontrol, termasuk melakukan pendampingan,” jelasnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, ada sekitar 151 orang dari total PSK di Jayapura, Papua yang akan dipulangkan secara bertahap ke daerahnya masing-masing.
Sebelum dipulangkan, 191 eks PSK Tanjung Elmo diberi bantuan berupa modal usaha dengan nilai total Rp 965 juta. Kemensos memberikan bantuan dana sebesar Rp 5,5 juta dan Bupati jayapura sebesar Rp 5 juta untuk masing-masing PSK.